TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah saat ini sedang merenovasi kompleks Gelanggang Olahraga (Gelora) Bung Karno, Senayan, Jakarta, sebagai persiapan pelaksanaan Asian Games 2018. Dalam acara pesta olahraga terbesar se-Asia itu, Jakarta dan Palembang terpilih menjadi tuan rumah.
Di Jakarta, kegiatan Asian Games dipusatkan di Gelora Bung Karno. Sedangkan di Palembang, perhelatan digelar di kompleks Jakabaring Sport City.
Sayangnya, proses renovasi di Gelora Bung Karno malah memunculkan polemik yang berujung gugatan perdata. Pengurus Pusat Persatuan Tenis Lapangan Seluruh Indonesia (PP Pelti) menggugat pemerintah dengan alasan renovasi tersebut menggusur 20 lapangan tenis di kompleks Gelora Bung Karno.
Sesuai dengan rencana, pemerintah akan mengubah lahan lapangan tenis menjadi lapangan bisbol. Sebenarnya kawasan Gelora Bung Karno punya lapangan bisbol di sisi Jalan Gatot Subroto. Sayangnya, lahan tersebut masuk kawasan hijau Jakarta. Sebagai solusi, pemerintah menyiapkan arena tenis Asian Games 2018 di Palembang.
"Alih fungsi ini mengakibatkan kerugian bagi atlet nasional maupun internasional. Pemusatan latihan tim nasional yang telah disusun oleh PP Pelti juga tidak bisa dilaksanakan dengan baik," kata Ketua Umum PP Pelti, Wibowo Suseno Wirjawan, dalam siaran pers, Selasa lalu.
Baca Juga:
Dalam gugatan yang didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin lalu, itu Pelti menggugat Direktur Pusat Pengelola Kompleks Gelora Bung Karno, Presiden Republik Indonesia, Menteri Pemuda dan Olahraga, Menteri Sekretaris Negara, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta Menteri Keuangan.
Saat ini terdapat 21 lapangan tenis di Gelora Bung Karno yang terdiri atas satu lapangan dalam ruangan atau indoor, dua lapangan utama, serta 18 lapangan luar ruangan atau outdoor berlantai tanah liat dan tanah keras. Sesuai dengan maket rencana renovasi Gelora Bung Karno, nantinya yang disisakan hanyalah lapangan indoor dan centre court.
Wibowo mengatakan, jika seluruh lapangan tenis outdoor dihapus, hilang sudah predikat standar internasional yang dimiliki stadion tenis Gelora Bung Karno. Walhasil, Senayan tak akan lagi bisa dijadikan tuan rumah gelaran tenis internasional.
"Sesuai dengan aturan internasional, minimal lapangan harus dilengkapi tujuh side court dan satu centre court," katanya. "Langkah hukum ini kami perjuangkan untuk pertahankan stadion tenis yang merupakan bagian dari sejarah olahraga nasional."
Direktur Utama Gelora Bung Karno, Winarto, mengatakan siap menghadapi gugatan PP Pelti. Menurut dia, gugatan perdata tersebut merupakan hak yang dimiliki federasi tenis lapangan Indonesia. "Sebelum ke materi gugatan, biasanya ada mediasi. Karena itu, kami akan hadapi gugatan itu biar semuanya lebih jelas," kata Winarto, kemarin.
Winarto mengklaim pemerintah tak asal menggusur lapangan tenis di Senayan. Menurut dia, pengelola Gelora Bung Karno, Kementerian Pemuda dan Olahraga, telah melakukan rapat sejak Januari lalu. Bahkan rapat tersebut mengundang perwakilan federasi olahraga yang bersangkutan.
"Ada lima alasan kami (alih fungsi lapangan tenis), antara lain keterbatasan venue di GBK, keterbatasan berbagai cabang olahraga yang harus diakomodasi, keterbatasan biaya, keterbatasan program yang disusun KOI dan OCA, dan kebijakan pemerintah memajukan tempat lain selain di Jakarta," kata Winarto.
KOI dan OCA adalah Komite Olimpiade Indonesia dan Komite Olimpiade Asia.
Winarto pun mengakui stadion tenis di Senayan memenuhi standar internasional. Namun, menurut dia, pengelola Gelora Bung Karno tak pernah menerima pengajuan rencana sewa lapangan tenis untuk turnamen tenis tingkat nasional maupun internasional. "Jika pun ada, bisa digelar di Palembang," kata dia.
INDRA W