TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia tersingkir di babak penyisihan grup turnamen bulu tangkis beregu campuran, Piala Sudirman 2017. Kalah 4-1 dari India dan menang 3-2 dari Denmark tak cukup meloloskan Indonesia ke babak perempat final turnamen yang berlangsung di Gold Coast, Australia, itu.
Kegagalan ini menjadi catatan terburuk yang ditorehkan oleh Indonesia di turnamen dua tahunan ini sejak mulai digelar di tahun 1989. Pada 1989 itu Indonesia meraih satu-satunya gelar juara di kandang sendiri, dengan salah satu pemain andalannya Susy Susanti.
Baca: Piala Sudirman 2017: Greysia/Apriyani Kalah, Indonesia Tersingkir
Kini Susy harus melihat tim yang dimanajerinya mengalami kegagalan sangat buruk. Ia pun menekankan bahwa hal itu menjadi bahan untuk bisa bangkit. "Dengan hasil ini bagi saya, saya harus tetap positif thinking, seorang juara tidak mungkin dilalui dengan langsung satu kemenangan," kata dia.
Saat ini, Indonesia diakuinya hanya mampu bersaing di sektor tertentu. "Kondisi ini justru harus memacu untuk kita, saya dan tim, memacu atlet-atlet bahwa kita memang butuh kerja keras. Bukan kita terpuruk dengan satu kegagalan, tetapi harus membuat kita lebih kuat, lebih berani dan menjadikan kegagalan ini sebagai jembatan untuk mencapai prestasi yang kita inginkan," ujar Susy.
Baca: Indonesia Tersingkir dari Piala Sudirman, Susy Susanti Minta Maaf
Susy menilai penampilan atlet-atlet Indonesia saat berjumpa dengan Denmark dan bisa memenangi laga ini menjadi catatan tersendiri. "Perjuangan dan semangat yang ditampilkan hari ini bisa membuktikan bahwa kita masih ada, evaluasi pun yang pasti banyak karena kekuatan bulutangkis sekarang merata. Kita tidak bisa melihat kita kalah dari India, tetapi secara prestasi dan global bulutangkis memang sudah merata. Baru terjadi Taiwan mengalahkan Korea, Thailand hampir kalah dari Hong Kong," tambahnya.
Lebih jauh Susy menyebutkan peta kekuatan bulutangkis saat ini memang kian merata. Kekuatan tak lagi hanya bertumpu di negara-negara yang memiliki sejarah panjang seperti Indonesia, Cina, Korea, dan Jepang. Tetapi negara-negara lain pun sudah mulai memiliki kemampuan untuk bersaing. "Memang kita pernah mendominasi. Cina pun pernah ada di titik terburuk mereka. Bukan kami membela diri, dengan hasil yang kita dapat di Piala Sudirman kali ini pun tidak ada yang harus saling menyalahkan," kata Sisy.
Ia menegaskan saat ini yang terpenting adalah mau bekerja keras. "Harus ada perubahan dari segi latihan. Kita tidak bisa membandingkan bagaimana prestasi kita pada masa lalu. Menanggalkan nama besar itu memang sulit, tapi kita juga melihat perubahan zaman. Perubahan bagaimana bulutangkis kian mendunia, bagaimana atlet perorangan seperti ada atlet dari Israel, Turki, Spanyol, bahkan Islandia," kata Susy.
Dari hasil di turnamen ini, Susy melihat bahwa terjadi regenerasi yang lambat di tim Indonesia. "Ini pula yang menjadi fokus utama di kepengurusan Pak wiranto ini. Bagiamana mempercepat regenerasi. Kita tidak bisa mengandalkan pemain-pemain senior, kita bisa melihat, bagaimana Denmark diatas kertas mereka unggulan dua, tetapi sebetulnya kita bisa menang dari mereka yang bermaterikan pemain muda," kata dia. "Ke depannya inilah yang harus kita lakukan, bagaimana kita mematangkan mereka, mempercepat regenarasi. Kalau dibilang bibit kita kurang, tentu tidak, kita memang harus kerja keras."
BADMINTON INDONESIA | NS