TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah atlet Tarung Drajat dari Pelatihan Daerah (Pelatda) DKI Jakarta belum juga menerima uang saku dari Pemerintah Provinsi sejak awal tahun 2018 bergulir. Padahal 11 atlet putra putri ini sedang dalam tahap persiapan menghadapi Pekan Olahraga Nasional (PON) Papua 2020.
"Waktu tahun lalu juga kayak gini. Mendekati lebaran anak-anak belum dapat (uang saku). Sehabis lebaran baru mereka dapat dengan sistem dirapel (dibayarkan sekaligus)," kata Sekretaris Umum Tarung Drajat DKI Jakarta Donni Mahendro saat dikonfirmasi Tempo, Selasa, 12 Juni 2018.
Menurut Doni kejadian ini setidaknya terjadi dalam dua tahun terakhir. Dana uang saku akan lancar hingga akhir tahun. Namun memasuki awal tahun baru hingga pertengahan tahun, Donni mengaku tak tahu ke mana hak uang saku atlet pergi. Uang saku atlet dan pelatih terakhir mereka terima pada Desember tahun lalu.
Untuk persiapan PON 2020, Tarung Derajat menyiapkan 11 Atlet yang terdiri dari 9 putra dan 2 putri, 1 pelatih dan 1 asisten pelatih. Tiap atlet mendapat jatah uang saku sebesar Rp 3.550.000 per bulan, pelatih Rp 4.460.000 per bulan, dan asisten pelatih Rp 4.360.000 per bulan.
Donni mengatakan terhambatnya uang saku ini menghambat latihan para atlet. Fasilitas standar seperti transportasi dan konsumsi atlet akhirnya diurus secara mandiri.
"Karena kebanyakan mereka masih mahasiswa, jadi akhirnya minta (dana) ke orang tua. Tapi untuk hal lain-lain seperti konsumsi, itu dari pengurus Tarung Drajat DKI yang memenuhi mau tak mau. Ya akhirnya pakai uang pribadi juga," kata Donni.
Donni mengatakan sempat mempertanyakan hal ini ke Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) DKI Jakarta. Namun jawaban yang ia terima pun tak sesuai keinginan Pengurus Tarung Drajat DKI Jakarta.
"Mereka (Dispora) bilang bukannya gak ada dana, tapi sedang diusahakan. Katnya mereka lagi bikin semacam proposal, tapi berhasil atau enggaknya mereka gak bisa janjikan. Dan besarannya dana juga mereka belum tahu juga," kata dia.
Donni mengatakan masalah ini juga ikut berpengaruh pada psikologis para atlet. Banyak yang akhirnya tak bersemangat untuk berlatih. Bahkan mulai ada yang mulai berpikir ulang untuk meniti jalan menjadi atlet.
"Akhirnya mereka mulai berpikir kenapa gak fokus ke hal lain saja. Mereka jadi semacam lelah dengan kondisi kayak gini," kata Donni.
EGI ADYATAMA