PON Papua: Cerita Laode Nurdiansyah Jadi Atlet eSport Usai Pensiun dari Karate
Reporter
Antara
Editor
Arkhelaus Wisnu Triyogo
Jumat, 24 September 2021 07:37 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Laode Nurdiansyah tak pernah membayangkan dirinya bakal menjadi atlet eSport sebelumnya. Sejak berada di bangku sekolah dasar hingga 2010, laki-laki asal Merauke itu lebih banyak menggeluti olahraga karate.
Berbagai ajang, baik tingkat daerah maupun nasional telah Laode lalui, di antaranya Kejuaraan Daerah Jayapura dan Sorong, Kejuaraan Nasional Piala Mendagri Jambi dan Semarang, Kejuaraan Nasional Inkado DKI Jakarta.
"Tidak ada rencana untuk ke eSport," ujar Laode, yang mewakili Papua untuk game eFootball PES 2021 dalam ekshibisi esport Pekan Olahraga Nasional XX Papua (PON Papua). "Cuma sekedar hobi, tapi ada wadah untuk disalurkan tidak menyangka juga bisa sampai sejauh ini."
Laode mulai bermain PES sejak versi pertama game video sepak bola tersebut dirilis, yaitu PES 1 yang diluncurkan sekira tahun 2010. Kegemarannya bermain game sempat terganjal izin sang istri. ESport, menurut Laode, masih sangat asing di Tanah Papua. Usia Laode yang tak lagi muda, 35 tahun, juga membuat permainan itu hanya dianggap sebagai jala membuang waktu.
Namun, setelah mengikuti kompetisi di tingkat daerah dan mengemas gelar juara, Laode tidak hanya mengantongi lampu hijau dari sang istri. Kegigihan bapak yang memiliki tiga orang putri itu juga berbuah manis setelah berhasil lolos kualifikasi dan menjadi wakil Papua ketika untuk pertama kalinya esport dipertandingkan di ajang olahraga multicabang nasional.
Usia bukan masalah
Laode menjadi peserta dengan usia tertua di ekshibisi esport PON Papua. Dia terpaut 22 tahun dengan peserta usia termuda, Muhammad Rafli Setiawan, asal DKI Jakarta yang berusia 13 tahun.
Pria yang sehari-hari bekerja dalam bidang jasa di bandara Mopah, Merauke, itu mengaku pernah merasa terlalu tua untuk esport. "Merasanya karena mungkin sudah terlambat karena keadaan. Di zaman sekarang ini baru berkembanglah esport, dengan umur kita sudah melampaui seperti itu," kata Laode.
Laode bercerita, saat dia mendaftarkan diri untuk mengikuti kompetisi, beberapa anak usia sekolah menengah (SMP) berbisik sambil berkata bahwa ia terlalu tua untuk bertanding eSport. Namun, anggapan orang, bahkan ketika teman-temannya menganggap sebelah mata olahraga esport, tidak Laode gubris.
Mendorong komunitas...
<!--more-->
Dia berharap setelah mengikuti PON dapat bergabung dengan klub dan menjadi pro-player. Kecintaannya dengan eSport tidak hanya untuk dirinya sendiri karena ia ingin memajukan komunitas dan ekosistem esport di Merauke. "Balik dari sini pasti saya cerita pengalaman saya dengan teman-teman lain di komunitas, harus seperti ini, harus seperti itu, karena di luar sudah seperti ini kita sudah jauh tertinggal," kata Laode.
Mendorong komunitas
Perkembangan eSport di Tanah Papua, menurut Laode, terkendala dua hal, yakni perangkat permainan dan jaringan internet. Ia menghitung, di antara 10 orang teman yang bermain, hanya dua orang yang memiliki perangkat, sehingga permainan harus dilakukan secara bergiliran.
Keterbatasan perangkat bukan hal utama, menurut Laode, jika dibandingkan dengan jaringan yang menjadi tulang punggung eSport. "Untuk bakat di papua ini banyak sekali, mungkin banyak yang bagus-bagus belum terekspos dengan adanya kekurangan jaringan ini," ujar Laode.
Ia melanjutkan, "Kalau misalnya jaringan mungkin seperti di daerah lain yang lancar saya yakin pasti banyak, dan saya mungkin tidak berada di sini, karena mungkin yang bagus itu tidak terekspos."
Tidak hanya itu, menurut Laode, Merauke juga kekurangan kompetisi untuk mengasah bakat para talenta muda. Bersyukur, Laode mengatakan, saat ini banyak kompetisi yang digelar secara online, termasuk saat kualifikasi PON, meski lagi-lagi jaringan menjadi kendala utama. "Kalau bisa jaringan sama rata di Papua ini supaya bisa dapat atlet-atlet yang bagus dari Papua. Saya yakin banyak sekali atlet dari Papua ini," kata dia.
Ekshibisi eSport PON Papua terbilang sukses membuat kejutan karena banyak peserta yang mendaftar. Ada empat kategori yang dipertandingkan yaitu PUBG Mobile, Free Fire, Mobile Legends dan Pro Evolution Soccer (PES) 2021. PUBG Mobile diikuti oleh 19.664 atlet dari 4.916 tim, Free Fire diikuti oleh 13.608 atlet dari 3.402 tim, Mobile Legends diikuti oleh 11.985 atlet dari 2.397 tim, sedangkan PES 2021 diikuti oleh 3.838 atlet.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno, yang hadir sebagai pembina Pengurus Besar Esports Indonesia (PB ESI) mengatakan, dengan besarnya potensi nilai ekonomi yang ditawarkan, eSport diharapkan terus berkembang agar makin kontributif terhadap pertumbuhan ekonomi digital nasional.
Baca juga : PON Papua: Ryuki Waida Bawa Bali Borong 2 Emas Ekshibisi Selancar Ombak