Daftar Negara yang Pernah Dilarang Tampil di Olimpiade
Reporter
Sharisya Kusuma Rahmanda
Editor
Nurhadi
Rabu, 31 Juli 2024 15:39 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Olimpiade merupakan ajang olahraga internasional yang paling bergengsi dengan mempertemukan atlet-atlet terbaik dari seluruh penjuru dunia untuk berkompetisi dalam berbagai cabang olahraga. Namun, sepanjang sejarahnya, ada beberapa negara yang mengalami larangan berpartisipasi dalam Olimpiade.
Larangan ini biasanya terkait dengan alasan politik, konflik, atau pelanggaran aturan olahraga yang dianggap serius oleh Komite Olimpiade Internasional (IOC). Berikut adalah beberapa contoh negara yang pernah dilarang tampil di Olimpiade beserta penjelasan terkait larangan tersebut.
1. Jerman, Austria, Hungaria, Bulgaria, dan Turki
Larangan pertama yang signifikan dalam sejarah Olimpiade terjadi pada Olimpiade Musim Panas 1920 yang diadakan di Antwerpen, Belgia. Pada perhelatan ini, beberapa negara, termasuk Jerman, Austria, Hungaria, Bulgaria, dan Turki dilarang berpartisipasi. Larangan ini diberlakukan sebagai konsekuensi langsung dari peran dan keterlibatan mereka dalam Perang Dunia I.
Penjatuhan sanksi ini merupakan langkah untuk menunjukkan ketidakpuasan terhadap negara-negara yang terlibat dalam perang dan untuk menghindari kemungkinan ketegangan politik dalam perhelatan olahraga internasional. Larangan tersebut juga mencerminkan usaha untuk memulihkan dan menjaga semangat persatuan serta kedamaian yang menjadi inti dari filosofi Olimpiade.
2. Jerman dan Jepang
Larangan terhadap Jerman tidak berhenti di Olimpiade 1920. Negara ini juga dilarang berpartisipasi dalam Olimpiade 1924 di Paris sebagai kelanjutan dari larangan sebelumnya. Ketidakpuasan terhadap Jerman tidak hanya berdampak pada Olimpiade 1920 dan 1924, tetapi juga pada Olimpiade Musim Panas 1948 di London.
Pada 1948, Jerman dan Jepang dilarang ikut serta sebagai akibat dari peran mereka dalam Perang Dunia II serta kehancuran yang ditimbulkan oleh perang tersebut. Larangan ini menandai upaya komunitas internasional untuk mengatasi dampak dari konflik global yang baru saja berlalu dan untuk menegaskan kembali komitmen terhadap perdamaian dan stabilitas melalui ajang olahraga.
3. Afrika Selatan dan Zimbabwe
Afrika Selatan mengalami larangan partisipasi dalam Olimpiade dari 1964 hingga 1992 sebagai respons terhadap kebijakan segregasi rasial yang diterapkan oleh rezim apartheid. Larangan ini merupakan bentuk penolakan terhadap kebijakan diskriminatif yang melanggar prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan yang dijunjung tinggi oleh Olimpiade.
Selain itu, pada 1972, Zimbabwe, yang pada waktu itu dikenal sebagai Rhodesia, juga dilarang ikut serta dalam Olimpiade Munich. Larangan ini diterapkan sebagai reaksi terhadap tekanan internasional dan protes terhadap kebijakan pemisahan ras yang diterapkan di negara tersebut, menunjukkan bahwa komunitas internasional menolak segala bentuk diskriminasi rasial.
4. Afghanistan
Pada 2000, Afghanistan dilarang berpartisipasi dalam Olimpiade Melbourne akibat kebijakan pemerintah Taliban yang sangat membatasi hak-hak perempuan. Pemerintah Taliban mengimplementasikan kebijakan yang secara drastis membatasi partisipasi perempuan dalam olahraga dan kehidupan publik, yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Olimpiade mengenai kesetaraan dan hak asasi manusia.
Ketika Taliban kembali berkuasa di Kabul, atlet Afghanistan diizinkan untuk berkompetisi di Olimpiade, tetapi bukan di bawah bendera Taliban. Sebaliknya, mereka bertanding di bawah bendera merah, hijau, dan hitam dari Republik Islam Afghanistan, yang telah digulingkan oleh Taliban pada tahun 2021.
5. Kuwait
Pada Oktober 2015, Kuwait mengalami skorsing dari Komite Olimpiade Internasional akibat campur tangan pemerintah dalam urusan komite Olimpiade nasional mereka. Sebagai akibat dari skorsing ini, atlet Kuwait tidak bisa bertanding di Olimpiade Rio de Janeiro 2016 di bawah bendera nasional mereka.
Sebagai solusi, mereka berkompetisi sebagai atlet Olimpiade independen di bawah bendera Olimpiade, yang menunjukkan langkah IOC dalam mempertahankan integritas organisasi dan kebebasan komite Olimpiade nasional dari intervensi pemerintah.
6. Korea Utara
Pada Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022, Korea Utara dilarang berpartisipasi karena keputusan mereka untuk mundur dari Olimpiade Tokyo 2020 dengan alasan kekhawatiran terkait Covid-19, yang dianggap melanggar Piagam Olimpiade. Keputusan ini menunjukkan ketegasan IOC dalam menegakkan aturan dan menjaga keselamatan serta integritas acara olahraga internasional, meskipun dalam situasi yang kompleks dan penuh tantangan.
7. Rusia dan Belarusia
Meskipun Rusia tidak sepenuhnya dilarang dari Olimpiade 2016, banyak atlet Rusia dilarang berkompetisi di Rio de Janeiro akibat skandal doping yang melibatkan dukungan negara. Larangan ini juga diterapkan pada Olimpiade Musim Dingin 2018 dan Olimpiade Musim Panas 2020 di Tokyo. Untuk Olimpiade 2024 di Paris, Rusia dan Belarusia dilarang berpartisipasi karena keterlibatan mereka dalam konflik yang sedang berlangsung di Ukraina.
Pada Olimpiade 2024, hanya 15 atlet dari Rusia dan 18 atlet dari Belarusia yang diizinkan berkompetisi sebagai "Atlet Netral Individu" (AIN), menunjukkan bagaimana IOC mengatur partisipasi dalam konteks politik dan konflik global yang sedang berlangsung.
Larangan-larangan ini mencerminkan bagaimana olahraga, meskipun sering dianggap sebagai arena netral, tidak dapat sepenuhnya terpisah dari dinamika politik dan sosial yang lebih luas. Setiap larangan mencerminkan upaya untuk menegakkan prinsip-prinsip Olimpiade dan mempromosikan perdamaian, keadilan, dan integritas dalam kompetisi internasional.
IDA ROSDALINA | ANTARA
Pilihan Editor: Cara Nonton Live Streaming Olimpiade Paris 2024