TEMPO.CO, Jakarta - Sosok Egy Maulana Vikri menjadi perbincangan dalam beberapa minggu terakhir. Penyerang Timnas Indonesia U 19 itu tampil apik di ajang AFF U 18 di Myanmar dan menjadi top skor dengan capaian delapan gol.
Ditemui di Lapangan Bola Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP), Senin, 25 September 2017, Egy bercerita banyak hal kepada Tempo. Mulai dari masa kecilnya yang tak meninggalkan mengaji dan laltihan hingga momen terbaik di Piala AFF lalu.
Sejak kapan mulai senang bermain bola?
Dari sejak umur bisa jalan, saya sudah mulai nendang-nendang bola. Saya kemudian diajari bermain (bola) oleh ayah.
Awalnya saya berlatih di bersama ayah di tempat ayah, namanya SSB Asam Kumbang. Lalu kemudian kelas satu SD ikut latihan juga di SSB Tasbi Medan.
Siapa sosok paling berpengaruh dalam karir sepakbola?
Pak Subagja (Suhian). Awalnya coach Indra yang temukan saya di Festival FIFA Grassroots, tapi dia belum tahu saya ada di mana. Kemudian Pak Bagja temui saya di Medan, dan memberitahukan ke coach Indra.
Pak Bagja yang bawa saya ke Jakarta dan mengikutikan saya di seleksi timnas dan memasukan saya ke diklat Ragunan. Dari sejak kelas dua SMP hingga saat ini.
Bagaimana sosok Indra Sjafri di mata Egy?
Di dalam lapangan dia tegas. Dia penyemangat bagi pemain semua. Disiplinya bagus. Dia juga pelatih yang sangat ahli di taktikal. Sangat ngerti lawan vermain.
Di luar lapangan dia sangat dekat dengan pemain. Tak ada pemain yang dibeda-bedakan. Kalau di timnas, dia sudah seperti sosok ayah kami para pemain.
Banyak klub berminat menggunakan jasa Egy, ada minat bermain di liga lokal?
Kalau di Indonesia belum memikirkan ke situ, bagaimana nanti saya bermain. Bukan saya tak mau main di Indonesia, ada saatnya nanti saya akan kembali (ke. Indonesia), tapi saat ini saya ingin bermain di Eropa.
Saya selalu ingin main di Eropa, semua pemain saya pikir ingin bermain di sana. Tapi kalau untuk klub-klub besar saya belum siap. Mungkin saya step by step, kalaupun ada dari (tawaran klub) Eropa dia prospeknya bagus untuk saya, dan didukung oleh semua, oleh manajemen dan fasilitasnya didukung, kenapa enggak saya coba.
Apa klub bola dan pemain favorit Egy?
Klub favorit Barcelona. Mereka tim taktikal, bagus. Kalau pemain bola, saya suka (Lionel) Messi. Saya sering liat video-video dia main.
Kalau dulu pertamanya sukanya (Arjen) Robben, saat dia main di Real Madrid. Sampai dulu sepatu ditulis nama Robben. Tapi sekarang jadi suka Messi, karena Robben sudah jarang main.
Egy sering disebut Messi dari Indonesia, bagaimana tanggapannya?
Jelas permainan saya belum se-perfect dia, saya harus lebih banyak belajar lagi. Tapi saya gak mau permainan saya sama seperti dia. Saya mau menjadi diri saya sendiri, saya Egy Maulana Vikri.
Orang bilang saya mirip Messi, gak apa-apa itu terserah mereka, itu penilaian mereka, tapi saya masih ingin menjadi diri saya sendiri.
Seberapa sering latihan?
Waktu kecil latihan di dua tempat, di tempat ayah di Asam Kumbang dan di SSB Tasbi Medan. Saya pulang sekolah siang, ngaji sampai jam 15.00 WIB, kemudian baru latihan.
Di diklat Ragunan sekarang, jadwal latihannya pagi dan sore. Libur di Rabu sore, Sabtu sore, dan hari Minggu.
Hidup merantau di Jakarta, seberapa sering pulang ke Medan?
Jarang. Yang pasti kalau lebaran saja. Kalau ada libur lebih dari tiga hari saya pulang. Terkadang kangen juga masakan ibu. Favoritnya lele sambal hijau, itu yang paling saya suka. Kalau sekarang pinter-pinternya aja nahan (rindu), sudah dari kecil juga merantau.
Tampil apik di AFF U 18 di Myanmar, momen mana yang paling berkesan bagi seorang Egy Maulana Vikri?
Saat mencetak gol ke gawang Myanmar pertandingan pertama penyisihan grup. Gol yang kedua itu di menit akhir. Soalnya saat itu mereka (Myanmar) sudah yakin menang dan terus bertahan. Tapi anak-anak (timnas U 19) tak mau kalah, kami memiliki mental kami harus menang.