TEMPO.CO, Jakarta - Gregoria Mariska Tunjung mengakhiri paceklik prestasi Indonesia di sektor tunggal putri dalam Kejuaraan Dunia Junior. Grego, panggilannya, meraih medali emas Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis Junior 2017 di Yogyakarta, 9-22 Oktober lalu. Ia menundukkan pemain Cina, Han Yue, dan menjadi juara dunia junior Indonesia pertama setelah Maria Kristin Yulianti pada 1992. Kemenangan Grego membawa optimisme di tengah seretnya prestasi bulu tangkis junior.
Pertandingan tersebut merupakan pertandingan terakhir dara berusia 18 tahun itu di level junior. Tahun depan, ia mesti bertanding di level senior. "Saya akan banyak belajar pada pemain senior," katanya. Saat ini, Grego fokus menyiapkan diri untuk mengikuti Macau Open Grand Prix Gold pada 7-12 November 2017. "Saya belum libur sejak turnamen kemarin," ujarnya.
Kamis sore lalu, di sela acara penghargaan juara Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis 2017 di Galeri Indonesia Kaya, wartawan Tempo, Dini Pramita dan Egi Adyatama, menemui Grego. Perempuan kelahiran Wonogiri, Jawa Tengah, ini bercerita mengenai awal kariernya sebagai pebulu tangkis hingga rencananya jika sudah menggantungkan raket kelak.
Anda juara dunia junior pertama setelah 25 tahun. Ada tekanan sebelum bertanding?
Sebelum pertandingan, saya sudah diberi tahu oleh pelatih. Jika berhasil menjadi juara, saya akan memecahkan rekor 25 tahun. Saya memang sempat merasa tegang karena pendukung sangat banyak. Ini memberikan tambahan kepercayaan diri sekaligus saya takut mengecewakan mereka. Tapi saya coba tidak memikirkan itu.
Bagaimana Anda berlatih untuk turnamen ini. Apa ada persiapan khusus?
Program latihan tetap berjalan seperti biasanya. Hanya, pelatih memberi tambahan latihan untuk memperkuat kaki.
Siapa lawan terberat Anda?
Lawan saya di final, Han Yue, adalah lawan paling berat. Dia merupakan juara Asia Junior 2017. Selama bermain, saya hanya berusaha tampil all out, mengerahkan seluruh kemampuan terbaik. Ini adalah pertandingan World Junior Championship terakhir sehingga saya ingin sekali memberikan hasil terbaik.
Seberapa penting kemenangan dalam turnamen ini?
Turnamen ini sangat penting bagi karier atlet pebulu tangkis. Sebab, ini adalah turnamen junior dengan level tertinggi. Pastinya, di masa yang akan datang, lawan saya tidak jauh-jauh dari para atlet yang bertarung di junior ini juga.
Saat ini, Anda berada di peringkat ke-48 dunia. Apa target dalam tiga tahun mendatang?
Saya ingin masuk top 20 sampai 10 dunia. Untuk mencapainya, saya akan konsisten berlatih, disiplin, dan berusaha keras untuk terus meningkatkan kemampuan.
Siapa sosok yang membuat Anda jatuh cinta pada bulu tangkis?
Taufik Hidayat. Dulu, waktu masih SD (sekolah dasar) di Wonogiri, saya menonton pertandingan Thomas dan Uber Cup di televisi. Di situ ada Taufik Hidayat. Saya bilang ke Bapak, saya ingin bermain bulu tangkis dan minta dibelikan raket.
Waktu itu juga jadi seperti musim, di mana hampir semua anak punya raket. Saya jadi merasa ingin punya juga. Melihat saya antusias, besoknya Bapak membelikan raket. Sejak itu, saya sering bermain di pekarangan rumah, berlatih bersama Bapak.
Berlatih serius?
Waktu itu belum, cuma main ketika sore hari di pekarangan rumah. Itu juga tidak rutin karena saya masih ada les menari dan berenang. Belum lagi karate, karena Bapak saya kan pelatih karate. Jadi belum fokus.
Kapan Anda mulai betul-betul fokus bermain bulu tangkis?
Saya mulai senang gara-gara ada Pekan Olahraga Pelajar Daerah sewaktu SD. Ketika itu, saya mewakili sekolah karena alasannya tidak ada lagi yang tomboi selain saya. Saya sekadar ikut, belum bisa mengembalikan kok, sekadar nepok, dan servis cuma asal, belum bisa ngejar. Nah, dari situ mulai latihan supaya tidak malu-maluin kalau ikut lomba lagi.
Siapa pelatih pertama Anda?
Bapak saya sendiri. Beliau melatih dasarnya saja, seperti di rumah dulu dengan memukul kok yang diikat di lampu. Selain itu, om saya, yang atlet, memberi tahu Bapak apa saja latihan dasar yang benar.
Lalu bagaimana ceritanya dari Wonogiri sampai ke pelatnas?
Ketika kelas dua, saya mulai aktif ikut di klub lokal di Wonogiri selama tiga bulan. Di sana, saya belajar teknik dasar, seperti melangkah. Lalu setelah itu saya ikut klub di Solo selama enam bulan. Lepas dari situ, saya ikut les privat di Solo.
Sewaktu kelas empat, saya mulai ditawari ikut Persatuan Bulu Tangkis Mutiara Cardinal, Bandung. Selama satu setengah tahun, saya masih ikut orang tua dulu. Kalau mau latihan, baru ke Bandung. Ketika sudah menginjak pertengahan kelas lima SD, saya pindah ke Bandung dan ternyata betah. Dari situ, saya terus berlatih dan mengikuti turnamen demi turnamen hingga akhirnya pada 2013 saya masuk Pelatnas Cipayung.
Apa perbedaan antara latihan di klub dan pelatnas?
Tidak terlalu berbeda, sehari dua kali latihan dengan lama per sesi tiga jam. Yang beda, di pelatnas ada hari-hari tertentu, yang kita latihan selama tiga kali sehari.
Anda meninggalkan orang tua sejak usia dini. Bagaimana Anda beradaptasi dengan situasi ini?
Orang tua tidak melepas saya begitu saja. Mereka setiap hari menelepon saya dan sepekan sekali mengunjungi. Dengan begitu, saya tidak merasa jauh dari orang tua dan terasa sekali bagaimana mereka mendukung saya. Semakin dewasa, saya semakin mengerti. Itu yang membuat saya bisa menjaga tetap fokus dan semangat berlatih.
Selama jauh dari orang tua, siapa orang tua pengganti Anda?
Pelatih saya. Mereka yang mengerti saya, paling sering bertemu, hampir setiap hari.
Terakhir diraih pada 1992, gelar juara dunia junior pada tunggal putri kini kembali dipersembahkan Gregoria Mariska Tunjung.
Anda terbiasa berlatih keras sejak belia. Bagaimana menyeimbangkannya dengan kegiatan lain supaya tidak jenuh?
Saya tidak setiap hari berlatih. Ada libur Sabtu sore dan Minggu libur seharian. Saya biasanya memanfaatkan itu untuk nongkrong. Teman-teman karib saya sangat banyak. Kalau disebutkan satu per satu, rasanya kepanjangan. Ha-ha-ha.
Saya menjaga pertemanan di tengah kepadatan jadwal latihan dengan sesekali menonton film terbaru di bioskop, nongkrong di kafe, atau berburu foto bareng. Seperti yang umumnya dilakukan oleh orang lain seusia saya.
Di mana lokasi favorit Anda untuk menghabiskan waktu bersama teman?
Saya paling suka ke Puncak. Kalau ada libur panjang, biasanya kami ke sana.
Apa kegiatan favorit yang bisa meredam penat latihan?
Saya sangat suka musik. Saya suka menonton konser dan mencicipi aneka jenis kuliner unik. Jika saya merasa penat, saya suka mendengarkan musik untuk membangkitkan mood. Tapi ketika libur, kegiatan favorit saya sebetulnya menonton film.
Bagaimana jalannya kegiatan akademik Anda?
Tahun depan saya berencana kuliah. Sejak SMP (sekolah menengah pertama), saya tidak bisa mengikuti kelas secara penuh. Ilmu di bangku kuliah akan berguna bagi saya ke depan. Bapak saya memiliki bisnis. Mungkin setelah tidak menjadi atlet bulu tangkis lagi, saya bisa mengembangkan itu.
Ingin beralih jadi pebisnis setelah pensiun?
Sebetulnya belum tahu. Ha-ha-ha. Tetapi saya ingin sekali menjadi pelatih, tidak jauh-jauh dari dunia yang saya tekuni saat ini.
Siapa atlet favorit Anda?
Nozomi Okuhara, Rathanok Intanon, Tai Tzu Ying, dan Carolina Marin. Legenda Indonesia pasti jadi panutan saya. Tapi saya juga mau bermain seperti pemain top dunia.
Tahun depan Anda akan meninggalkan level junior. Apa target Anda dan bagaimana beradaptasi?
Saya belum mau menetapkan target terlalu tinggi. Saya ingin menjalaninya satu per satu. Saya menyadari saya baru saja lulus dari level junior, masuk ke level senior, belum ada apa-apanya. Maka itu, saya mau beri pembuktian dulu di level saya, dari Grand Prix Gold, terus naik secara bertahap sampai nanti saya meraih prestasi tertinggi. Untuk itu, saya harus memperkuat fisik dan tidak mudah menyerah ketika ada di tengah-tengah lapangan.
Sudah membayangkan program latihan di level senior nanti?
Kemungkinan ada tambahan latihan fisik. Saya sendiri menyadari masih ada beberapa kekurangan yang hanya bisa diperbaiki dengan konsisten berlatih. Masih banyak kemungkinan menanti di depan, lihat nanti.
Apa target jangka pendek?
Saya ingin tampil maksimal di tiga turnamen terakhir karena pengujung tahun sudah dekat.
Lihat video Gregoria Mariska: