TEMPO.CO, Mataram - Lalu Muhammad Zohri berhasil menjadi juara lari 100 meter kejuaraan dunia U-20 di Tampere, Finlandia, 11 Juli 2018, salah satunya berkat Rosida, 46 tahun, guru olahraga SMP Negeri 1 Pamenang Kabupaten Lombok Utara.
Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Nusa Tenggara Barat, Husnanidiaty Nurdin, yang mengatakan Zohri ditemukan bakat larinya oleh Rosida, guru olahraga yang sering mengajak dan membujuk Zohri untuk latihan karena sudah terlihat bakat dan skill.
Baca juga: Guru Rosida: Zohri Dulu Termasuk Anak Nakal
Asian Games: Zohri Terlalu Dipuji, Bob Hasan Khawatirkan Ini
Namun Zohri selalu menolak. Pada saat Zohri duduk di bangku kelas 3 SMP baru ia mempunyai keinginan untuk latihan. Waktu itu, Zohri setiap berangkat sekolah tanpa menggunakan alas kaki.
Rosida, yang tamatan jurusan Pendidikan Jasmani Olahraga Kesehatan IKIP Mataram tahun 1995 inilah yang ngotot mengarahkan Zohri sewaktu masih kelas 1 SMP Negeri 1 Pamenang di Dasan Lontar, menjadi seorang atlet atletik. Bukan pemain bola seperti yang semula dikehendaki Zohri.
''Alhamdulillah feeling saya benar. Sudah dua atlet yang mengorbit ke tingkat nasional,'' kata Rosida di rumahnya kepada Tempo, Jumat 13 Juli 2018 pagi.
Menurutnya, selama ini para siswa termasuk Zohri lebih memilih sepak bola sebagai olahraga. Ketika diarahkan menekuni atletik, Zohri semula tidak bersedia mengikuti permintaan Rosida. Ia hanya menjadi penonton sewaktu temah-temannya berlatih atletik pengembangan diri ekstra kurikuler di sore hari.
''Tiga orang sahabatnya ikut lari tetapi dia sendiri menjadi penonton,'' ujar Rosida. Zohri semula mengatakan heran kenapa dirinya dipaksa memilih atletik dari pada sepak bola.
Rosida, yang sewaktu sekolah di Sekolah Guru Olahraga Mataram 1988 - 1991 menjadi pelompat jauh, mengatakan bahwa atletik itu adalah olahraga melawan diri sendiri. Ia yang kelahiran Jotang, Kecamatan Empang, Kabupaten Sumbawa - 98 kilometer arah timur dari kota Sumbawa Besar, pernah mengikuti Kejurnas Kelompok Umur di Stadion Madya Jakarta, 1990.
Baca juga: Zohri Kebingungan Cari Bendera Setelah Juara, Ini Kata Menpora
Usianya waktu itu 16 tahun, juara Pekan Olahraga Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang berprestasi karena lompatannya 4,75 meter. Sewaktu di Stadion Madya, yang seharusnya kelompok usia 14 tahun, Rosida hanya mengikuti eksibisi, lompatannya 4,68 meter. Juara Kejurnas dari Sulawesi Selatan waktu itu lompatannya 6,21 meter. ''Dari sini saya berjanji menanamkan keyakinan bahwa anak NTB bisa berprestasi. Bukan saya saja,'' ucapnya.
Pertemuannya dengan Zohri adalah ketika mengajar di SMP Negeri 1 Pamenang sejak 2005 sebagai guru bantu - kontrak. Ketemu Zohri tahun 2012 - 2013 sewaktu kelas 7 SMP Negeri 1 Pamenang. ''Saya punya feeling punya rasa,'' katanya. Ia memperhatikan postur tubuh dan tungkai serta gerak jalan cocok untuk menjadi pelari.
Katanya, seorang sprinter harus dilihat tungkai, cara jalan dan gerakan. Postur bagus belum tentu bagus lari karena keseimbangan tubuh dan cara jalan, serta ukuran tubuh proporsional.
Dari dorongan itu, akhirnya Zohri mau belajar dan berlatih sebagai pelari. Ia makin tekun ketika memasuki SMA. Rosida mengaku setiap Zohri akan pergi mengikuti lomba walaupun sudah di Jakarta tetap pamitan dan memberitahu rencana kepergiannya.
''Selain pamit juga minta didoakan. Ke Finlandia ini dia juga pamit,'' ucap Rosida yang bersuamikan Muhammad Ali yang juga guru olahraga SMP Negeri 2 Tanjung, Lombok Utara, sekaligus Sekretaris PASI KLU.
Zohri setelah tampil di Finlandia akan mengikuti Asian Games 2018.