TEMPO.CO, Cirebon – Aksi Muhammad Sayyid Az Zahiri, 14 tahun, begitu memukau. Pebulu tangkis remaja ini, lincah melancarkan smash-smash tajam. Sekilas ia seperti pemain muda lainnya, padahal Sayyid sejak kecil tuna rungu.
Ia mulai mencintai bulutangkis sejak kecil dan rajin berlatih di klub. Karena menonjol dibandingkan teman-temannya, ia pun dikirim mengikuti Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN) mewakili kotanya, Bogor, ke tingkat Jawa Barat pada 2015. Medali perunggu berhasil diraihnya.
Dua tahun kemudian, tepatnya 2017 saat sudah duduk di bangku SMP, Sayyid kembali dikirim ke ajang O2SN mewakili Bogor di Lembang, Jawa Barat. Juara berhasil diraihnya. Selanjutnya mewakili Jawa Barat ia pun berlaga di ajang O2SN tingkat nasional di Medan di tahun yang sama dan berhasil meraih medali perak.
“O2SN yang diikutinya untuk anak berkebutuhan khusus,” ungkap sang ibu, Lina Fitriani, 36 tahun.
Sayyid diketahui ibunya tidak bisa mendengar saat berumur satu tahun. “Saya heran, kenapa anak ini tidak merespon bunyi,” ungkapnya. Setelah berkonsultasi dengan sejumlah dokter bahkan hingga ke Jakarta, Lina pasrah jika sang buah hati tidak bisa mendengar.
Ia pun tetap membesarkan anaknya dengan kasih sayang. Bahkan Lina sangat mendukung saat sang anak berniat serius untuk menekuni olahraga bulu tangkis dengan memasukkan ke sebuah club di Cibinong, Bogor, kota asal mereka.
Namun dukungan tersebut tak semulus harapan. Saat hari pertama berlatih, Sayyid sempat menggandeng tangan ibunya dan mengajaknya untuk pulang. “Malu,” kata Sayyid sambil menutup wajahnya menggunakan telapak tangan kanan. Sayyid malu dengan teman-temannya yang semuanya normal.
Hati Lina pun trenyuh. Ia langsung mendatangi sang pelatih menceritakan keluhan Sayyid. Tak disangka, sang pelatih malah menggandeng tangan Sayyid dan mengajaknya kembali berlatih di lapangan. Sang pelatih, lanjut Lina, melihat ada bakat besar yang dimiliki oleh Sayyid. Karena itu ia pun melarang Sayyid untuk meninggalkan klub tersebut.
Jika sebelumnya tampil di kejuaraan untuk atlet berkebutuhan khusus, kali ini ia turun di kejuaran umum, yaitu audisi Djarum Beasiswa Bulutangkis di Cirebon, 4-6 Agustus. Sayyid sebenarnya tak lolos. Ia hanya masuk 16 besar dari kelompok umur 15 tahun.
Namun tim pencari bakat melihat Sayyid memiliki potensi untuk menjadi pemain profesional. Akhirnya ia pun berhasil meraih satu dari 9 super tiket tambahan dari tim pencari bakat. Sehingga total didapatkan 27 atlet muda dari audisi Cirebon yang akan berlaga di Kudus nanti.
Christian Hadinata, ketua tim pencari bakat Djarum, mengatakan penilaian mereka obyektif dan profesional, tanpa didasari rasa kasihan terhadap kondisi Sayyid.
“Dengan keterbatasan yang ada dia mampu bersaing dengan yang lain,” ungkap Christian, mantan pebulu tangkis andal 1970-an.
"Daya juangnya tinggi, inilah yang seharusnya dicontoh oleh atlet lainnya," katanya.
Tidak hanya itu, Christian pun melihat dari segi postur dan skill, Sayyid memiliki potensi di bulu tangkis sehingga mereka memberikan kesempatan kepada Sayyid untuk maju dan berlaga pada laga final di Kudus.