TEMPO.CO, Jakarta - Terdiskualifiaksinya tlet judo asal Indonesa Miftahul Jannah dalam dari pertandingan judo Asian Para Games 2018 menuai banyak komentar netizen. Pasalnya atlet asal Aceh ini tercoret karena ia enggan melepaskan jilbabnya ketika ingin masuk dalam arena. Aturan internasional cabang ini memang masih melarang penggunaan jilbab.
Miftahul bukan korban satu-satunya. Atlet judo asal Arab Saudi Wojdan Shaherkani juga sempat menjadi perbincangan atas protes ayahnya yang melarang Shaherkani agar tidak melepaskan jilbabnya saat bertanding. Namun, setelah tiga hari negosiasi akhirnya federasi memungkinkan Shahrkhani berkompetisi dalam jilbab yang dimodifikasi.
Baca: Kasus Jilbab Miftahul Jannah, Karena Pelatih Tak Mengerti Aturan?
Shahekhani akhirnya mengikuti pertandingan dalam Olimpiade cabang judo pada 3 Agustus 2012 lalu dengan jilbab yang terlihat seperti tutup kepala, sebagaimana dilaporkan laman The Globe and Mail, pada Agustus 2012. Wanita berwajah bulat itu terlihat memakai tutup kepala berwarna hitam seperti penutup kepala yabg dipakai para atlet renang.
Hal tersebut diizinkan oleh Federasi Judo Internasional dan sempat menjadi insiden yang membuat Komite Olimpiade Internasional kebingungan. Apa yang dilakukan Shahekhani nampaknya bisa menjadi solusi untuk para atlet yang ingin bertanding dengan tanpa membuka jilbabnya.
Baca Juga:
Baca: Asian Para Games: Soal Jilbab di Judo Pernah Dialami Arab Saudi
Sebelumnya, Ayah Shaherkani memberikan ancaman melalui surat kabar Arab Saudi edisi Ahad, al-Watan. Melalui sambungan telepon dari Inggris, dia mengatakan putrinya tidak akan berkompetisi dalam Olimpiade cabang Judo jika panitia bersikeras bahwa dia harus melepas jilbabnya.
Sementara menurut informasi terbaru, peristiwa Miftahul akibat dari pelatih judo atlet disabilitas Indonesia tidak mengetahui aturan tentang larangan penggunaan jilbab dalam pertandingan cabang judo tuna netra Asian Para Games 2018. Hal itu disampaikan Ketua Umum Komite Paralimpiade Nasional (NPC) Indonesia Senny Marbun.
"Pelatih judo kami tidak dapat berbahasa Inggris dan tidak tahu aturan larangan berjilbab ketika ada rapat delagasi teknis dari Komite Paralimpiade Asia. Dia juga tidak meminta tolong kepada sesama pelatih untuk menerjemahkan aturan itu. Prinsipnya dalam olahraga tidak ada diskriminasi," kata Senny, seperti dilansir laman Antara, Senin, 8 Oktober 2018.
Baca: Miftahul Gagal Tanding di Asian Para Games, Ketua NPC Minta Maaf
Sementara itu, di cabang olah raga lain, ada beberapa atlet yang juga mengenakan jilbab modifikasi seperti spesialis 400 meter, Ms Dahman mencatat waktu yang layak di 100 meter, berjalan dalam 13,95 detik dalam Olimpiade 2012. Sprinter asal Afghanistan, Tahmina Kohistani, mengenakan jilbab tersebut dan mampu berlari 14.42 detik sebagai calaian terbaik pribadi dalam Olimpiade tahu 2012.
THE GLOBE AND MAIL | AL-WATAN