TEMPO.CO, Yogyakarta - Pecatur perempuan Medina Warda Aulia, 22 tahun, masih memiliki mimpi terpendam meski sudah menyandang predikat sebagai Woman Grand Master, gelar tertinggi kejuaraan catur untuk kelas putri.
Pecatur yang tahun 2020 nanti mewakili Indonesia dalam Piala Dunia Catur Rusia itu berhasrat mengumpulkan lebih banyak lagi gelar catur putra agar makin mumpuni saat berlaga di berbagai kejuaraan, tanpa memandang kelas putra maupun putri.
“Saya sedang mengejar banyak gelar norma putra,” ujar pecatur yang sudah mendapatkan tiga gelar norma International Master (IM) putra itu saat ditemui di Yogya Jumat 14 Juni 2019.
Anak ketiga dari enam bersaudara itu menuturkan sangat senang jika dalam kesempatan turnamen yang diikuti bisa ditempatkan untuk bersaing di grup putra.
Menurut Medina, bermain melawan pecatur putra akan lebih mendapat banyak pengalaman dan juga sensasi tersendiri.
Perempuan yang tengah menyelesaikan skripsinya di Universitas Indonesia Fakultas Imu Administrasi itu punya pengalaman sendiri saat bertarung melawan pecatur pria. Permainan pecatur pria biasanya kerap tak terduga namun juga kerap berantakan dalam langkah-langkahnya. Baginya, permainan pecatur pria benar-benar menguras energi dan pikiran.
“Mungkin kalau pecatur cowok itu mainnya benar-benar pakai logika, dalam arti dia tidak main aman. Sedangkan cewek lebih memilih safety, aku jadi kebawa belajar berani melangkah,” ujar perempuan yang mengidolakan Grand Master Susanto Megaranto itu.
Gaya permainan catur putra yang lebih terbuka ini sudah diminati Medina sejak sekolah catur di Enerpac, sekolah yang kini bernama Sekolah Catur Utut Adianto di Jakarta.
Medina pun mengakui seringnya latih tanding lawan pecatur putra itu yang membentuk kemampuannya meningkat pesat hingga memperoleh Norma Woman Grand Master pertamanya pada akhir tahun 2011, ketika menjuarai Kejuaraan Catur Wanita ASEAN ke-2 di Singapura. “Makanya untuk persiapan Piala Dunia 2020 aku sekarang juga lebih banyak ambil kesempatan turnamen putra,” ujarnya.
Termasuk keikutsertaan Medina di turnamen Japfa Grand Master-Woman Grand Master Chess yang berlangsung 13-22 Juni 2019, ia menjadi satu satunya putri yang memilih bertarung di grup putra. Di grup itu, ia melawan tiga Grand Master sekaligus yakni GM Susanto Megaranto, GM Dimitry Kokarev (Rusia), dan GM Ivan Sokolov (Belanda).
“Dari turnamen (di Yogya) ini saya bisa mencombine berbagai ilmu dari para grand master itu untuk persiapan piala dunia nanti, sekaligus meningkatkan Elo rating,” ujarnya.
Medina menuturkan ia punya resep untuk setiap laga yang dihadapi agar tampil maksimal. Ia tak pernah muluk memasang target agar tetap tenang dan focus mengatur bidak caturnya. “Tapi kalau menghadapi pecatur dalam piala dunia, pecatur Rusia yang paling perlu diwaspadai,” ujar Medina.
Medina menuturkan, pecatur Rusia menurutnya memiliki pemahan sangat mendalam disertai pengalaman bermain yang tak perlu diragukan. “Kalau pecatur Rusia itu dicantumin Elo ratingnya, data itu tak akan bohong, benar-benar sesuai dengan kemampuan mereka,” ujarnya. Beda halnya dengan pecatur Eropa lain. Dengan data Elo yang dimiliki pecatur Eropa lain selain Rusia, Medina mengaku masih bisa meraba-raba celah untuk berhitung kekuatannya.
Medina menuturkan belajar catur sejak usia sembilan tahun. Sang ayah Nur Muchlisin, yang mengajarkan Medina cara bermain catur hingga dirinya mencintai permainan yang dinilainya sebagai olaharga yang tak terlalu menyusahkan, terutama dari sisi pakaian.
Medina mengatakan diajari bermain ayahnya hanya selama tiga bulan lalu langsung coba diikutkan dalam kejuaraan daerah di Jakarta dan meraih juara pertamanya pada 2006. Sepanjang 2006-2007, itu Medina terus ketagihan mengikuti beberapa turnamen baik tingkat daerah dan nasional dan langganan juara pertama.
Akhirnya, pada 2007, ia diajak bergabung di Sekolah Catur Utut Adianto di Bekasi. Belum genap dua tahun sekolah catur, Medina diikutkan dalam kejuaraan dunia catur antar pelajar dan berhasil meraih medali emas Perorangan Putri kelompok umur-11 pada 4th World School Chess Championship di Singapura dan Meraih Gelar CM (Candidate Master). Saat itu usianya masih kelas lima SD.
“Sekoalh catur benar-benar mendidikku belajar catur dengan baik, karena juga ketat, pulang sekolah jam 15.00, langsung belajar teori dn praktek catur sampai jam 23.00 WIB, hampir setiap hari.” ujarnya. Ia baru beranjak tidur rata-rata pukul 01.00 dini hari.
Namun Medina Warda Aulia tak pernah mengeluhkan rutinitas dalam prosesnya itu. Ia sadar untuk menjadi atlet catur profesional memang harus menempuh perjuangan berat. Terlebih orang tuanya pun mendukung langkahnya menjadi pecatur andal, meski tetap berharap Medina juga memberikan waktu untuk pelajaran sekolahnya alias tak melulu catur. “Kalau ada PR ya kerjain langsung dulu saat pulang sekolah, baru sekolah catur, orang tua mau saya bisa seimbang waktu catur dan sekolah,” ujarnya.
PRIBADI WICAKSONO