TEMPO.CO, Jakarta - Liem Swie King dikenal sebagai legenda bulu tangkis Indonesia yang saat aktif bermain memiliki smash luar biasa. Apa kabarnya kini setelah pensiun?
Pertama-tama, mari segarkan ingatan soal kiprahnya dulu. Liem Swie King lahir di Kudus, Jawa Tengah, pada 28 Februari 1956. Saat bermain ia mengandalkan tangan kanan sebagai senjata.
Sejak kecil ia sudah menggemari bulu tangkis. King kerap bermain di lapangan belakang rumahnya setiap waktu. Bakatnya mulai tercium usai sering datang atau ikut bertanding di barak rokok PB Djarum pada 1969. King kerap bertanding dengan lawan yang lebih tua dari usianya.
Matang karena ditempa latihan yang berat, King mampu membuktikan diri memenangi Kejuaraan Nasional (Kejurnas) tunggal putra di Piala Munadi 1972. Raihan pertama ini menjadi cikal-bakal King untuk terus berprestasi di kancah dunia. Kemampuannya tak lepas dari didikan pelatih Mohammad Anwari.
Bakat King ini bisa dibilang sangat langka sekali, lantaran memang ia terlahir di keluarga penyuka bulu tangkis dan memiliki kemauan keras untuk terus menjadi pemenang. Meski usianya masih tergolong muda, King tetap dipercaya untuk tampil di kompetisi bulutangkis paling tua di dunia, yakni All England 1974 silam.
Kala itu King sempat tampil begitu gemilang sampai akhirnya kandas di babak perempat final dari wakil Denmark Sven Pri dua set langsung.
Setahun berselang King hanya bisa tembus sampai perdelapan final All England 1975 saja kala dipencundangi pemain Denmark Flemming Delfs. Pada All England 1976 King mengejutkan publik dunia, dimana ia bisa tembus ke babak final dan menantang seniornya sendiri asal Indonesia Rudy Hartono.
King, yang saat itu berusia 20 tahun, belum bisa mengandaskan seniornya itu. Akan tetapi King mampu menyumbangkan Thomas Cup 1976 di Bangkok.
Puncaknya, King bisa menjadi juara All England terjadi pada 1978 silam. Berjumpa lagi dengan Rudy Hartono di final, ia sukses mengalahkannya dengan dua set langsung.
Liem Swie King pun merengkuh juara tanpa terkalahkan selama 33 bulan lamanya. Hal inilah yang menjadi tonggak sejarah King dikenal dunia dengan berbagai prestasi baik turun di nomor tunggal, ganda, dan beregu.
King mampu menjuarai All England sebanyak tiga kali (1978, 1979, 1981). Berbagai gelar kejuaraan lain juga pernah diraihnya seperti Asian Games, SEA Games, Piala Thomas, Indonesia Open, Malaysia Open, Jepang Open.
Liem Swie King memutuskan untuk pensiun atau gantung raket pada 1988, saat berusia 32 tahun. Hingga kini namanya tetap dikenang. Kisah hidupnya bahkan sempat dibuatkan film khusus dengan judul 'King' pada 2009. Tak hanya itu King juga membuat buku dengan judul 'Panggil Aku King'.
lalu, apa kesibukannya setelah gantung raket? "Saya, ya, apa, ya, (menjalankan) usahalah sama keluarga. Kesibukannya itu," ujar King kepada Indosport, Rabu, 10 Juli 2019.
Seusai pensiun King terjun ke ranah bisnis dengan mengelola hotel di kawasan Jakarta milik mertuanya. Dia juga membuka usaha griya pijat kesehatan, karena terinsipirasi karena sering dipijat saat masih bermain dulu.
Ia tak pernah meninggalkan dunia bulu tangkis dan olahraga. "Kadang-kadang scout (cari bakat pemain bulu tangkis), main tenis, jalan pagi, ya, yang gitu-gitu deh," lanjut King, disertai tawa.
King juga masih kerap mengunjungi klub bulu tangkis PB Djarum, tempat yang membesarkan namanya hingga ke panggung dunia, untuk memberikan coaching clinic.
INDOSPORT