TEMPO.CO, Yogyakarta - Pelatih anyar PSIM Yogyakarta Seto Nurdiyantoro merasa seperti mendapatkan pengalaman spiritual amat berharga dari perjalanannya meniti karir sebagai pelatih.
Seto awalnya berkibar dengan membesarkan dan membawa PSS Sleman dari klub Liga 2 ke Liga 1 pada musim kompetisi 2019 lalu.
Bahkan PSS menjadi satu-satunya tim promisi yang bertahan di Liga 1 sedangkan dua tim lainnya Semen Padang dan Kalteng Putra kembali terdegradasi.
Penghujung 2019, di tengah padatnya bursa transfer menyongsong Liga 1 2020, nama Seto tiba-tiba mencuat sebagai salah satu kandidat asisten pelatih tim nasional mendampingi Shin Tae-yong. Namun ternyata meleset. Shin memilih Indra Sjafri dan Nova Arianto.
“Sebenarnya kemarin kalau bisa masuk (menjadi asisten ) timnas, harapan saya bisa memotivasi pelatih tanah air bahwa saya ini pelatih yang muncul dari kompetisi. Tapi ternyata nggak, di PSS Sleman pun juga nggak,” ujar Seto, Rabu, 29 Januari 2020.
Seto memang sempat terkejut manakala kontraknya dengan PSS tak diperpanjang dan tiba tiba muncul nama Eduardo Perez. Ia tak diberitahu manajemen PSS karena sepengetahuannya saat itu masih proses negosiasi kontrak dengannya.
Justru di saat semua yang dibayangkan Seto terlepas, PSIM Yogya mendekat dan meminangnya sebagai pelatih. Seto sama sekali tak keberatan harus kembali dari awal, memulai melatih klub Liga 2.
“Ya ini mungkin jalan Tuhan, saya harus belajar lagi dari awal,” ujarnya.
Dengan PSIM, Seto pun punya mimpi besar ingin membawa Laskar Mataram yang pernah dibelanya saat jadi pemain dan juga dilatihnya di masa lalu itu memiliki prestasi moncer. Terutama dengan lolos promosi Liga 1 2021 nanti.
“Saya tak menjamin tim ini bisa lolos Liga 1. Tapi kami menjamin ada kerja keras menuju ke situ,” kata pelatih PSIM Yogyakarta ini.