TEMPO Interaktif, Jakarta: Ada setumpuk impian dalam diri Elena Dementieva. Selain memborong celana jins dan membuka toko jins, petenis Rusia berambut blonde dan betis bak model ini punya impian meraih medali emas di Olimpiade.
Itulah obsesinya sejak kecil saat dia mulai berlatih dengan bola-bola bekas dan raket dari kayu, sampai-sampai dia tak berani melakukan smes karena takut patah. Baginya, medali Olimpiade lebih bernilai dibandingkan dengan gelar kejuaraan apa pun. "Olimpiade lebih penting. Adalah kehormatan bagi saya bisa mewakili negara sendiri di ajang olahraga terbesar di dunia itu," kata petenis yang dilatih ibunya sendiri ini.
Karena itu, gadis Rusia berusia 26 tahun ini tidak memasang target besar di Amerika Serikat Terbuka yang sedang berlangsung di New York. Tidak seperti para petenis lainnya, ia tidak terlalu mengejar gelar juara grand slam.
"Di Rusia, orang akan segera tahu bahwa kami menang di Olimpiade. Tapi, kalau Anda tanyakan tentang grand slam, mereka akan terbata-bata menjawabnya. Di Rusia, orang tidak begitu mengenal seri grand slam," kata Dementieva.
Setelah pulang dari Beijing, ia merasakan hal itu ketika sedang berjalan-jalan di Moskow. "Banyak orang yang menghampiri saya dan berkata, "Sungguh luar biasa akhirnya kamu bisa memenangi sesuatu yang sangat berarti,'" katanya, setelah meraih emas pertamanya di Olimpiade Beijing dua pekan lalu.
Sukses Dementieva di Beijing itu ibarat sukses yang tertunda. Sebab, di Sydney, delapan tahun lalu, ia sudah mencapai final tunggal putri. Tapi, ia akhirnya harus puas dengan perolehan perak setelah kalah oleh andalan Amerika, Venus Williams. Sebelum tampil di Sydney, ia menjadi petenis putri Rusia pertama yang masuk babak semifinal Amerika Terbuka.
Adapun di Olimpiade Athena empat tahun lalu, Dementieva langsung tumbang di babak pertama di tangan Alicia Molik. Ia menebusnya dengan menembus final dua seri grand slam sekaligus, Prancis Terbuka dan Amerika Serikat Terbuka. Tapi, ia harus kalah oleh rekan senegara, Anastasia Myskina dan Svetlana Kuznetsova.
Seri grand slam, yang menjadi seri puncak dari serangkaian kejuaraan tenis profesional, tampaknya belum menjadi peruntungan Dementieva untuk saat ini. Ia justru meraih prestasi terbesarnya di Olimpiade dan itu terjadi di Bejing tahun ini.
Dia ingat saat awal-awal berlatih. Kendati hidup susah payah, Dementieva tetap memendam impian menjadi petenis profesional. Setiap kali usai berlatih, dia mencuci bola-bola tenisnya agar bisa dipakai kembali. Saat pertama kali bertanding, ibunya, Vera, terpaksa membuat rok sendiri. "Dia pintar menjahit," kata gadis yang dulu suka bertukar celana jins dengan Anastasia Myskina, petenis Rusia lainnya, ini.
Semangat yang menyala-nyala itu mengantar nona ini ke posisi seperti sekarang: berlimpah uang, menjadi ikon tenis dunia, menjadi model blonde penerus Anna Kournikova, dan bisa memburu impiannya: memborong celana jins dan medali emas Olimpiade.
Dementieva sadar dirinya tak bisa hanya menjual kecantikan seperti Anna Kournikova. Ia ingin cantik dan prestasi berkilau di lapangan. "Seberapa pun cantiknya kamu, kalau tak menang di lapangan orang tak akan melirikmu." katanya.
Itulah sebabnya, di Olimpiade kali ini dia tampil lebih ngotot. Tidak seperti delapan tahun lalu, dalam Olimpiade kali ini Dementieva tak mau begitu saja tunduk di hadapan keluarga Williams. Gadis asal Moskow ini mampu menaklukkan adik Venus, Serena Williams, yang menjadi lawan terberat pertama yang harus dihadapinya.
Di perempat final, Dementieva pun mampu mengalahkan Serena dalam tiga set 3-6, 6-4, dan 6-3. Kemenangan tiga set lainnya terjadi dalam partai final saat melawan rekan senegaranya, Dinara Safina.
NBC | BBC SPORT | EZTHER LASTANIA | BURHAN