TEMPO Interaktif, Jakarta: Kemenangan telak Inggris atas Kroasia 4-1 pada Rabu (10/9) memperlihatkan mantera yang paling ditekankan pelatih asal Italia, Fabio Capello, pada pemain the Three Lions. Inilah mantera itu: pengendalian diri.
Saat diminta komentar atas salah satu kemenangan paling mengesankan Inggris di kandang lawan itu, Capello tetap mampu mengendalikan emosi dan tetap dingin. Tidak hanya seusai pertandingan saja Capello mempu mengendalikan emosi dan situasi.Selama 10 hari terakhir mengendalikan pemain tim nasional, Capello berusaha dan berhasil menanamkan mantera ini kepada para pemain. Kepada para pemain, sejak dari Hertordshire di Inggris sampai ke Zagreb di Kroasia, Capello terus mengulang mantera ini: kendalikan bola, kendalikan emosi, dan kendalikan hasrat menahan bola. Pola permainan tim tidak boleh rusak.
Capello, yang butuh mempercepat kemajuan tim nasional setelah lima uji coba tidak tampak menggembirakan, berusaha memasukkan mantera ini ke dalam tim.
Selain pengendalian diri, keberhasilan Capello karena ia menerapkan taktik yang tepat. Sebelumnya pelatih yang selalu menghasilkan trofi bagi tim yang ia pegang itu menyatakan taktik akan disesuaikan dengan lawan.
Terhadap Kroasia, Capello melakukan hal ini. Capello beruntung menyaksikan langsung kemenangan Turki atas Kroasia dalam Piala Eropa 2008. Kemenangan ini menjadi dasar taktik Inggris menghadapi Kroasia.
Capello merasa bahwa Robert Kovac dan Josip Simunic, dua pemain belakang Kroasia, sangat rapuh. Benar juga. Kedua orang itu begitu ketakutan terhadap gerakan Emile Heskey dan kecepatan Theo Walcott (Walcott, sejak berusia 14 tahun, sudah bisa berlari menempuh 100 meter dalam 11 detik).
Dua pemain itu mengandalkan sikut dan tangan untuk menghentikan laju dua pemain itu. Mereka kehilangan ketenangan, pengendalian diri.
Sebaliknya anak asuh Capello tetap bisa mengendalikan diri. Di masa lalu, John Terry atau Wayne Rooney mungkin sudah mengamuk jika diperlakukan seperti itu. Tapi tidak sekarang.
Joe Cole, yang dihajar Kovac, sempat berusaha meneruskan permainan sebelum pingsan. Walcott dijatuhkan Simunic dan ia kembali bangkit.
Yang tidak ia lakukan hanya mengubah pola permainan dasar. Untuk mengubah pola dasar permainan, Capello berhitung waktu yang ia miliki tidak cukup. Itu sebabnya ia memilih pola 4-4-2 yang sudah masuk dalam darah pemain Inggris.
Ia hanya membuat memperbaiki pola dasar ini sehingga lebih "ringkas" dan itu bukan hal yang gampang. "Biasanya dalam latihan di klub saya berusaha mengubah sesuatu dalam waktu sebulan sampai 50 hari, sehingga bisa berubah," kata bekas pelatih AC Milan, Roma, Juventus, dan Real Madrid itu seperti dikutip the Telegraph.
Tapi berbeda dengan menangani tim nasional. "Saya mencoba mengubah sesuatu di tim Inggris hanya dalam 10 hari. Saya berbicara dengan para pemain. Kami meminta sesuatu di tempat latihan setiap hari. Instruksi diberikan secara sederhana dan para pemain perlahan memahami," katanya.
Sistem yang tampak pelahan ini dipuji oleh Ketua Asosiasi Sepakbola (FA) Inggris, Lord Triesman. "Ia memiliki keseriusan untuk menanamkan kemenangan sebagai sikap," kata Triesman. "Yang kita dapat dari Capello adalah seseorang yang membangun sesuatu yang para penggemar sepakbola Inggris bisa melihat sebagai kemajuan langkah demi langkah. Dan itu adalah yang kita butuhkan: tidak bisa dipercepat masaknya, tapi sukses jangka panjang."
Nurkhoiri