TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa penuntut umum KPK meminta agar uang senilai Rp11,461 miliar di rekening Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat dirampas untuk negara.
Dalam sidang pembacaan tuntutan untuk mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi, jaksa menyebutkan tiga barang bukti yang dituntut untuk dirampas, yaitu uang di rekening BNI atas nama Johnny E. Awuy senilai Rp61,149 juta; uang dalam rekening BNI atas nama KONI Pusat sejumlah Rp11,461 miliar; dan uang pengembalian dari saksi senilai Rp994,231 juta.
Baca Juga:
"Terhadap barang bukti tersebut, sudah selayaknya penuntut umum menyatakan agar dirampas untuk negara," kata JPU KPK Budhi Sarumpaet saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat, 13 Juni 2020.
Sidang dilakukan melalui sarana video conference, Imam Nahrawi berada di Gedung KPK, sementara jaksa penuntut umum (JPU) KPK, majelis hakim, dan sebagian penasihat hukum berada di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Uang dalam rekening-rekening tersebut disita karena merupakan hasil dari kejahatan.
Rekening atas nama KONI Pusat senilai Rp11,461 miliar berasal dari proposal dukungan KONI Pusat dalam pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi pada tahun 2018 sejumlah Rp17,971 miliar.
Namun fee bagian Imam Nahrawi dan asisten pribadinya Miftahul Ulum belum sempat diserahkan Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum KONI Johnny E. Awuy karena pada tanggal 18 Desember 2018 keduanya ditangkap KPK setelah memberikan jatah fee kepada sejumlah pejabat Kemenpora.
Uang sebesar Rp994,231 juta adalah uang pengembalian dari pemilik Kantor Arsitek Budipradono, yaitu Budiyanto Pradono kepada KPK.
"Dari total uang Rp8,648 miliar yang telah dinikmati oleh terdakwa, ada uang sejumlah Rp2 miliar untuk membayar jasa desain aset milik terdakwa Imam Nahrawi kepada Kantor Arsitek Budipradono yang dalam persidangan telah dikembalikan oleh saksi Budiyanto Pradono kepada penyidik KPK sejumlah Rp994,231 juta karena sudah ada total penggunaan sebesar Rp1,005 miliar," ungkap jaksa Budhi.
Imam Nahrawi dituntut 10 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp19,154 miliar dan pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun.
JPU KPK menilai Imam Nahrawi bersama-sama dengan Miftahul Ulum terbukti menerima suap senilai Rp11,5 miliar dan gratifikasi sebesar Rp8,648 miliar. Miftahul divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan, Senin, 15 Juni 2020.