TEMPO.CO, Jakarta - Presiden UEFA Aleksander Ceferin tidak akan lagi mendukung wacana penyelenggaraan Piala Eropa dengan banyak kota tuan rumah sebagaimana yang berlangsung pada Euro 2020. Menurut dia, hal itu menimbulkan kerugian bagi tim serta suporter yang harus terbang ribuan kilometer antarlaga.
Gelaran Euro 2020 dilangsungkan di 11 kota dan negara, di mana London menjadi tuan rumah untuk dua laga semifinal serta final yang akan mempertemukan Italia vs Inggris pada Minggu, 11 Juli atau Senin dinihari WIB, 12 Juli 2021. Sepanjang turnamen tim-tim peserta dan suporternya harus terbang ke pinggiran benua seperti Baku di Azerbaijan yang diwarnai berbagai kekurangan logistik.
"Jika Anda bertanya kepada saya, saya tidak akan mendukungnya lagi. Saya pikir ini terlalu menantang, dalam arti yang kurang menyenangkan sampai-sampai beberapa tim harus melakukan perjalanan hingga 10 ribu kilometer sedangkan ada tim yang cuma 1.000 km saja," kata Ceferin kepada BBC Sport sebagaimana dikutip Reuters, Jumat, 9 Juli 2021.
"Ini juga tidak adil untuk suporter. Sebagian harus ada di Roma, kemudian beberapa hari berselang terbang 4,5 jam ke Baku. Ini sungguh menyulitkan, jelas sebuah ide menarik tapi sulit diterapkan. Saya pikir kami tidak akan melakukannya lagi," ujarnya menambahkan.
Penyelenggaraan Euro 2020 secara pan-kontinental tersebut merupakan warisan presiden UEFA pendahulu Ceferin, Michel Platini. Pada 2012, Platini menyebut ajang ini bakal menjadi perayaan romantis untuk memperingati 60 tahun lahirnya turnamen tersebut.
Bahkan setelah tertunda setahun karena pandemi COVID-19, yang sempat memunculkan wacana perubahan format ke satu negara saja, Euro 2020 tetap diselenggarakan di 11 kota. Perbedaan tuan rumah penyelenggara menimbulkan kerugian nyata bagi beberapa tim peserta.
Wales misalnya dua kali harus main di Baku sebelum terbang ke Roma menjalani laga terakhir penyisihan grup dan bertolak lagi ke Amsterdam untuk pertandingan 16 besar. Bek Wales Chris Gunter mengkritik UEFA atas format Euro kali ini setelah negaranya tersingkir, menyebut turnamen itu sebagai lelucon.
"Setiap negara punya suporter di mana saja, (sedangkan Wales tidak) kecuali 350 orang yang melanggar aturan pemerintah serta membobol rekeningnya sendiri untuk bisa hadir mendukung langsung, kalian dan kami pantas mendapatkan lebih dari sekadar turnamen dengan pengaturan lelucon ini," kata Gunter dalam Instagram pribadinya, @chrisgunter2.
Adapun Piala Eropa 2024 dijadwalkan berlangsung di Jerman setelah negara itu mengalahkan Turki dalam pengajuan tuan rumah. Pertandingan dijadwalkan berlangsung di 10 kota.
Baca juga : Final Euro 2020: Meerkat Ramalkan Timnas Inggris Jadi Juara
