TEMPO Interaktif, Jakarta: Salah satu putra terbaik Indonesia di olahraga catur, Grand Master (GM) Edhi Handoko, berpulang kemarin dinihari pukul 02.00 WIB di Rumah Sakit Cibinong, Jawa Barat, pada usia 49 tahun karena sakit jantung.
GM Utut Adianto mengenang mendiang Edhi sebagai pecatur yang sangat punya warna. "Beliau adalah pemain yang agresif. Ia menyerang terus-menerus," kata Utut kepada Tempo kemarin melalui telepon dari Kebumen, Jawa Tengah.
Utut menjelaskan, Edhi adalah pecatur nomor satu Indonesia pada generasi ketiga, setelah Arofah Bachtiar dan Ardiansyah. "Beliau menjadi pemain nomor satu dari 1978 sampai 1986. Setelah itu, dari 1986, saya mengambil alih posisinya," kata Utut. Meski bersaing di perjalanan karier sebagai pemain, Utut menegaskan bahwa mereka bersahabat. "Dalam enam tahun terakhir, kami bahu-membahu di PB Percasi untuk mewujudkan kaderisasi pemain," Utut melanjutkan.
Pasalnya, selain sehari-hari aktif menjadi pengajar di Sekolah Catur Utut Adianto di Bekasi, Edhi, kata Utut, menjabat kepala bidang pembinaan prestasi di Pengurus Besar Persatuan Catur Seluruh Indonesia (PB Percasi). "Sedangkan saya yang bertugas menyusul silabuskan pendidikannya," kata Utut.
Teladan Edhi, Utut melanjutkan, adalah kecintaannya pada catur, yang telah menghabiskan sebagian besar perjalanan hidupnya. Adapun dalam pergaulan di luar urusan catur, Utut menyebutkan Edhi sebagai seorang seniman. "Ya, misalnya, kawinnya telat. Sedangkan hidup saya lebih teratur," ujar Utut, yang akan menghadiri pemakaman sahabatnya itu di Solo pada Minggu nanti.
Adapun Ketua Harian PB Percasi Eka Putra Wirya, yang dihubungi Antara kemarin, mengatakan PB Percasi tidak hanya kehilangan seorang pemain besar, tapi juga seorang pelatih. Menurut Eka, Edhi sempat menjadi pelatih tim putra pada Olimpiade di Turin, Italia, 2006, dan juga kapten tim pada Olimpiade di Dresden, Jerman, tahun lalu. "Dia adalah sosok yang sangat teguh memegang disiplin," kata Eka. l PRASETYO
Sang Seniman Berpulang
Selasa, 17 Februari 2009 22:12 WIB