TEMPO.CO, Jakarta - Sidang lanjutan mantan Plt. ketua umum PSSI Joko Driyono dengan agenda pembacaan pledoi (nota pembelaan) diisi dengan dua nota pembelaan. Satu pledoi pribadi yang dibacakan sendiri oleh Joko Driyono, dan satu pledoi dari tim penasehat hukum (PH) terdakwa. Pledoi dari tim PH yang terdiri dari 169 halaman itu dibacakan sekitar 1,5 jam.
Dalam analisa yuridis pledoinya, tim PH Joko Driyono mengupas secara rinci semua unsur pasal yang dituntutkan kepada kliennya. Bukan itu saja, tim PH terdakwa juga mengupas semua pasal yang ada dalam dakwaan JPU. “Karena menurut kami, tidak ada satu pasal pun yang ada dalam dakwaan yang bisa dikenakan kepada klien kami. Karena itu menjadi penting kami ulas, selain fokus pada pasal yang digunakan dalam tuntutan JPU,” urai anggota tim PH Mustofa Abidin, usai sidang di PN Jakarta Selatan, (11/7/2019).
Saat membedah unsur Pasal 235 jo. Pasal 233 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana tuntutan JPU. Diungkap, pasal tersebut memiliki 4 unsur. Yakni, 1. Barang siapa, 2. Dengan sengaja menghancurkan, merusak, membikin tidak dapat dipakai, menghilangkan barang-barang yang digunakan untuk menyakinkan atau membuktikan sesuatu dimuka penguasa yang berwenang, akta-akta, surat-surat atau daftar-daftar yang atas perintah penguasa umum, terus menerus atau untuk sementara waktu disimpan, atau diserahkan kepada seorang pejabat ataupun kepada orang lain untuk kepentingan umum.
Lalu, 3. Yang masuk ke tempat kejahatan dengan membongkar, merusak atau memanjat, deengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu, atau pakaian jabatan palsu, dan 4. Sebagai orang yang melakukan, yang menyuruh lakukan dan yang turut serta melakukan.
“Kami bahas terlebih dahulu unsur ke 2, 3 dan 4. Karena unsur 1, “barang siapa” jelas ditujukan kepada manusia atau orang sebagai subyek hukum yang berfungsi sebagai dader/pembuat/pelaku dari suatu tindak pidana. Dan itu akan gugur apabila unsur ke 2, 3, dan 4 tidak terpenuhi atau tidak terbukti,” tulis Pledoi PH terdakwa dalam rilisnya.
Sedangkan kejahatan dalam pasal 233 KUHP tersebut terdiri dari 3 unsur: 1. Sengaja menghancurkan dsb. Barang yang digunakan untuk meyakinkan atau menjadi bukti bagi kuasa yang berhak (bukti bagi hakim perdata dan hakim pidana); 2. Sengaja menghancurkan dsb. surat akte, surat keterangan atau daftar yang selalu atau sementara disimpan menurut perintah kekuasaan umum (akte dan daftar yang atas perintah hakim disimpan oleh pegawai atau notaris untuk bukti) dan 3. Sengaja menghancurkan dsb. surat akte, surat keterangan atau daftar yang diserahkan pada seorang pegawai, maupun kepada orang lain untuk keperluan jabatan umum (misalnya akte dan daftar yang diserahkan pada polisi, jaksa, hakin atau orang lain guna bukti).