TEMPO.CO, Jakarta - Tim satelit Ducati di MotoGP, Reale Avintia Racing, resmi menggandeng Johann Zarco sebagai pembalap mereka pada musim 2020. Pembalap berusia 29 tahun itu akan tandem dengan Tito Rabat di tim satelit kedua sepeda motor pabrikan Italia tersebut.
Manajer Ducati Team, atau tim pabrikan Ducati, Davide Tardozzi, ikut senang Zarco masuk geng Ducati untuk musim mendatang. Tardozzi tahu betul kualitas juara dunia Moto2 pada 2015 dan 2016 itu.
"Semua penikmat MotoGP sudah tahu seperti apa kecepatan Zarco. Kami yakin dia akan semakin cepat bersama Ducati," kata Tardozzi.
Sewajarnya tim satelit, Zarco akan mengendarai sepeda motor Desmosedici GP19 atau motor tim pabrikan Ducati pada musim lalu. Kabarnya, Zarco sempat menolak tawaran dari tim Reale Avintia itu.
Musababnya, Zarco tak bersedia memakai sepeda motor dengan spesifikasi yang tertinggal jauh dari tim pabrikan. Tapi kabarnya Tardozzi cs sempat melobi Zarco agar bersedia bernaung di tim Reale Avintia.
Pihak pabrik Ducati disebut memberi janji pemberian sejumlah komponen anyar versi Desmosedici GP20 yang akan diaplikasikan secara perlahan ke sepeda motor Zarco.
Kepindahan Zarco ke Reale Avintia mendapat cibiran. Maklum saja, urusan kerja sama keduanya sempat kacau pada musim 2019. Zarco meminta KTM memutus kontrak kerja sama pada pertengahan September lalu. Padahal, sesuai dengan kontrak, Zarco masih harus membalap untuk KTM hingga musim 2019 kelar.
Walhasil, setelah seri ke-13 di Misano, Italia, Red Bull KTM resmi membebastugaskan Zarco. Posisi Zarco lantas digantikan oleh test rider KTM Mika Kallio. Kala itu Zarco beralasan tak cocok dengan sepeda motor KTM.
Kemudian Zarco sempat melamar posisi sebagai pembalap penguji di tim Yamaha. Belum juga tim berlambang garpu tala itu bersikap, Zarco lebih dulu berubah pikiran menerima pinangan LCR Honda.
Zarco didaulat sebagai pembalap pengganti di tiga seri terakhir musim 2019. Yamaha pun berang dan mengeblok nama Zarco.
Bos Tech3 KTM, Herve Poncharal, geleng-geleng kepala melihat tabiat mantan pembalapnya itu. Poncharal dan Zarco sempat bekerja sama pada musim 2017 dan 2018 ketika Tech3 masih memakai sepeda motor Yamaha.
"Untuk apa Zarco pindah dari tim pabrikan KTM ke tim satelit kedua Ducati? Dia tak akan mendapatkan prioritas di tim barunya itu. Menurut saya, ini bukan solusi bagus untuk Zarco," kata Poncharal.
Poncharal sadar betul tugas Zarco di Red Bull KTM tidak mudah. Zarco jadi tulang punggung KTM dalam membangun sepeda motor andalan RC16. Pabrikan sepeda motor asal Austria itu baru turun berkompetisi di MotoGP pada musim 2019. Meski begitu, Poncharal yakin Zarco bisa menyelesaikan tugas tersebut.
"Dia mendapat dukungan penuh dari pabrik dan tim utama KTM. Dia juga punya program membangun sepeda motor selama dua tahun," kata Poncharal.
Selain itu, dari segi keuangan, sebenarnya Zarco tak merana di bawah naungan KTM. Sebab, produk minuman energi Red Bull jadi sponsor utama tim dan Zarco.
"Inilah yang bikin saya tak habis pikir dengan keputusan Zarco," kata dia.
Sementara itu, Direktur Olahraga Red Bull KTM, Pit Beirer, telanjur kesal kepada Zarco. Beirer sampai menyebut Zarco memang tak becus membangun sepeda motor balap RC16.
Menurut Beirer, sebagai pendatang baru di MotoGP, sudah seharusnya KTM memberikan sepeda motor dasar kepada pembalapnya, termasuk Zarco. Kemudian, tim memberikan ratusan perangkat berbagai jenis untuk dipilih, dicoba, dan diaplikasikan pada RC16.
Namun, menurut mantan pembalap motocross itu, Zarco tak begitu jeli memilih dan mengkombinasikan sejumlah perangkat dalam sepeda motor RC16. Buktinya, mantan pembalap GP 125 itu belum sanggup bikin RC16 galak dan cepat di lintasan. Hasil terbaik Zarco hanya finis posisi kesepuluh di seri Katalunya, Spanyol.
"Sepertinya Zarco bukan tipikal pembalap pabrikan yang wajib membangun sepeda motornya sendiri," kata pria berusia 47 tahun itu.
Padahal, menurut Beirer, Zarco sebenarnya punya peluang besar bersama KTM. Jika sanggup membangun RC16 jadi sepeda motor jempolan, bukan mustahil dia akan bertarung di papan atas MotoGP. Bahkan bisa saja merebut gelar juara dunia.
"Memang butuh kerja keras dan waktu. Yang terpenting, dia bisa memanfaatkan kesempatan emas membangun sebuah sepeda motor hebat. Tapi sudahlah, keputusan sudah diambil," kata Beirer.
MOTORSPORT | INDRA WIJAYA