TEMPO.CO, Jakarta - Atlet angkat besi Indonesia, Windy Cantika Aisah, bisa saja mendapatkan keuntungan dari dugaan kasus doping lifter China peraih medali emas, Hou Zhihui, di nomor 49 kilogram Olimpiade Tokyo 2020. Windy akan naik peringkat dan meraih medali perak jika Zhihui terbukti menggunakan doping.
Saat ini, Hou Zhihui harus menjalani tes doping usai pertandingan. Zhihui dan Windy bertanding di nomor 49 kg putri pada Sabtu, 27 Juli 2021. Hasilnya adalah Zhihui meraih emas, Saikhom Mirabai asal India mendapat perak, dan Windy Cantika merebut perunggu.
Ketua Komite Olimpiade Indonesia, Raja Sapta Oktohari, memilih tak mau berspekulasi tentang kasus tersebut. Menurut dia, kontingen Indonesia masih menunggu keterangan resmi. "Mereka (IOC dan panitia penyelenggara) belum boleh bicara ke siapa pun sekarang. Kalau mereka ngomong tanpa bukti, bisa dikomplain," ujar Oktohari pada Rabu, 28 Juli 2021.
Zhihui dikabarkan menjadi salah satu dari 5.000 atlet di Olimpiade Tokyo 2020 yang diuji doping oleh Badan Pengujian Internasional (ITA). "Dia (Zhihui) telah diminta untuk tinggal di Tokyo dan tes akan dilakukan," tulis laporan dari New Indian Express. Komite Olimpiade Internasional (IOC) dan panitia penyelanggara Olimpiade Tokyo (TOGOC) belum mengeluarkan pernyataan secara resmi terkait isu tersebut.
Menurut Oktohari, jika ada tes ulang berarti ada keraguan terkait doping terhadap atlet yang bersangkutan. Namun, ia tidak ingin berspekulasi perihal berita yang sumber tidak resmi. Meski demikian, Oktohari tak menampik peluang Windy meraih perak jika lifter China terbukti memakai doping.
"Sekarang ini, ada kecurigaan terkait penggunaan doping (Hou Zhihui) yang memungkinkan Windy untuk bisa naik peringkat, tetapi sejauh ini belum ada konfirmasi resmi. Kalau sudah resmi bahwa ada (Hou Zihuhui) memakai doping, Windy jadi dapat perak," ujar Oktohari.
Federasi Angkat Besi Internasional (IWF) telah meminimalisasi penggunaan doping oleh atlet di Olimpiade 2020. Mereka mewajibkan semua calon atlet angkat besi agar melakukan tes. Untuk itu, mereka menggandeng badan doping internasional (WADA). Atlet yang kedapatan menggunakan doping akan dilarang tampil pada Olimpiade 2024 di Paris, Prancis.
Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi Perkumpulan Angkat Besi Seluruh (PABSI), Hadi Wihardja, mengatakan pihaknya menanti informasi resmi dari IOC, WADA dan TOGOC. Kasus doping, kata Hadi, selalu saja ada seperti yang terjadi di Olimpiade Sydney 2000. "Sampai saat ini belum ada keterangan resmi, bahwa doping ini betul-betul terjadi," kata dia.
"Di Sydney waktu itu di kelas 48 kg, juaranya Izabela Dragneva dari Bulgaria, Tara Nott dari Amerika Serikat, ketiga Lisa Rumbewas, seminggu kemudian, baru diketahui Izabela Dragneva kena doping sehingga naiklah Tara Nott meraih medali emas, Lisa Rumbewas jadi perak, dan Sri Indriyani mendapatkan perunggu, itu pun melalui proses yang panjang, minimal seminggu lebih karena ketentuan dari IOC," ujar dia.
Baca juga : Olimpiade Tokyo, Gregoria Mariska Tunjung Tak Gentar Hadapi Ratchanok Intanon