TEMPO.CO, Jakarta - Delapan tenaga medis yang pernah menangani pesepak bola Diego Maradona, ditetapkan sebagai terdakwa oleh pengadilan, pada Rabu, 22 Juni 2022. Mereka didakwa atas dugaan malapraktik yang menyebabkan sang Legenda Argentina itu tewas pada 25 November 2020.
Beberapa hari setelah menjalani operasi penggumpalan darah di otak, Diego Maradona meninggal dunia di usia 60 tahun. Kala itu, Maradona diduga kuat mengalami serangan jantung. Diego Maradona memang terus mengalami masalah kesehatan dalam 20 tahun terakhir. Masalah kesehatan itu disebut disebabkan karena kebiasaan Maradona mengonsumsi narkoba dan minuman beralkohol pasca gantung sepatu.
Baca Juga:
Kendati begitu, Maradona disebut masih terlihat sehat pada Selasa malam, 24 November 2020. Media Argentina menyebut, sebelum kematiannya, dia berada di kediamannya di Tigre, Buenos Aires. Dios, sapaan Maradona, kala itu ditemani oleh keponakannya, Jhonny Esposito. Menurut penuturan Jhonny, pada pagi harinya, Maradona tampak pucat. Usai sarapan, pamannya itu mengatakan merasa tak enak badan. Maradona kemudian kembali ke kamarnya dan beristirahat.
Kemudian sekitar pukul 11.30, perawat yang menangani Maradona mencoba membangunkannya. Namun mantan pelatih Timnas Argentina tersebut itu sudah tak lagi merespons. Si perawat, bersama Jhonny dan seorang dokter yang mereka hubungi, sempat melakukan pertolongan pertama dengan melakukan nafas buatan. Namun usaha itu juga tak membuahkan hasil. Maradona tetap tak berkutik.
Bahkan dokter juga disebut sempat menyuntikkan adrenaline dan atropine ke tubuh Maradona. Akan tetapi hasilnya tetap nihil. Pahlawan Timnas Argentina di Piala Dunia 1986 itu dinyatakan meninggal dunia pada pukul 12.00 waktu setempat, sebelum sempat dilarikan ke rumah sakit. Jaksa John Broyad, mengatakan jasad Maradona akan diautopsi untuk menentukan lebih lanjut penyebab kematian.
Dugaan sementara aparat kepolisian setempat menyatakan tak menemukan adanya tindakan kriminal dalam wafatnya Dios. “Tim forensik kepolisian telah bekerja sejak pukul 4 sore. Tak ada tanda-tanda tindakan kriminal yang telah terjadi,” kata Broyad.
Tindakan autopsi merupakan prosedur normal yang dilakukan di Argentina jika ada kematian. Dalam kasus Maradona, autopsi dilakukan untuk melakukan proses analisis toksikologi. Ini untuk mengetahui apakah sang legenda meninggal karena mengonsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang. Selain itu, juga untuk menentukan apakah kematian Maradona disebabkan malapraktik operasi sebelumnya.
Maradona menjalani operasi setelah ditemukan adanya pembekuan darah di bagian otak pada awal November. Dua putri Maradona, Dalma dan Gianinna mengeluhkan perawatan sang ayah pasca operasi.
Jasad Diego Maradona menjalani proses autopsi di Rumah Sakit San Fernando, Buenos Aires, Argentina, pada Rabu malam 25 November 2020. Autopsi dilakukan oleh tim dokter rumah sakit plus tim dokter kepolisian yang diawasi oleh dokter pribadi Maradona. Media Argentina menyebutkan Autopsi dilakukan setidaknya oleh enam dokter forensik. Dimulai pukul 19.30 waktu setempat dan berlangsung hingga pukul 22.30.
Berdasarkan hasil autopsi awal, Maradona disebut meninggal dunia karena serangan jantung. Menurut laporan itu, Maradona mengalami masalah jantung yang membuat terjadinya penumpukan cairan di paru-paru atau Edema Paru. Dengan begitu, untuk sementara waktu kematian Diego Maradona dikategorikan sebagai kematian normal. Dokter dan juga jurnalis, Nelson Castro, setahun kemudian dalam bukunya mengungkapkan bahwa saat autopsi itu, jantung Maradona diangkat. “Jelas, informasinya dia dikubur tanpa jantungnya,” kata Castro.
Kemudian, baru-baru ini pengadilan di Argentina menetapkan Delapan orang yang merawat Diego Maradona sebagai terdakwa. Mereka segera diadili di pengadilan Argentina atas kasus pembunuhan. Keputusan itu diterbitkan pada Rabu, 22 Juni 2022, menyusul penyelidikan atas kematian Maradona yang awalnya diduga akibat serangan jantung pada November 2020.
Dalam dokumen setebal 236 halaman, hakim mempertanyakan kelalaian masing-masing terdakwa yang menyebabkan dampak bahaya bagi pasien. Delapan orang akan disidang termasuk dokter, perawat dan psikolog yang merawat Maradona pada saat kematiannya.
Dewan medis yang ditunjuk untuk menyelidiki kematian Maradona menyimpulkan pada 2021 bahwa tim medis Maradona bertindak dengan cara yang tidak pantas, tidak tepat, dan sembrono. Mereka dituduh melakukan pembunuhan sederhana. Menurut hukum pidana Argentina, kejahatan pembunuhan sederhana di negara itu biasanya menyebabkan hukuman 8 sampai 25 tahun penjara.
Kedelapan terdakwa tersebut yaitu ahli bedah saraf dan dokter pribadi Maradona, Leopoldo Luque, psikiater Agustina Cosachov, psikolog Carlos Diaz, perawat Gisella Madrid dan Ricardo Almiron, pemimpin mereka Mariano Perroni, serta dokter Pedro Di Spagna dan Nancy Forlini. Para terdakwa telah membantah bertanggung jawab atas kematian Diego Maradona.
Pengacara untuk beberapa dari terdakwa meminta kasus diberhentikan. Vadim Mischanchuk, seorang pengacara untuk psikiater Cosachov, mengatakan akan mengajukan banding atas keputusan itu. Ia memprotes bahwa bidang perawatan psikiater tidak ada hubungannya dengan penyebab kematian Maradona.
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Baca: 20 Ahli Berdebat Soal Unsur Kelalaian Medis dalam Kematian Diego Maradona
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.