TEMPO.CO, Jakarta - Imane Khelif, yang gendernya sempat dipersoalkan, menorehkan sejarah dengan menjadi petinju wanita Aljazair pertama yang memenangi emas Olimpiade. Ia menjadi yang terbaik di Olimpiade Paris 2024 setelah mengalahkan Yang Liu, dari Cina, dengan angka mutlak dalam final kelas welter putri, Jumat, 9 Agustus.
Khelif, peraih medali perak kejuaraan dunia 2022, menyebut keberhasilan itu terasa sangat istimewa, menyusul spekulasi selama dua minggu mengenai kelayakannya di tengah-tengah perselisihan gender yang melanda Olimpiade.
Khelif dan Lin Yu-ting dari Taiwan menjadi sorotan utama dan menjadi bahan perdebatan sengit di platform media sosial karena gendernya. Keduanya didiskualifikasi oleh Asosiasi Tinju Internasional (IBA) dari Kejuaraan Dunia 2023, yang mengatakan bahwa tes kromosom seks telah memutuskan bahwa keduanya tidak memenuhi syarat.
Mereka berkompetisi di Olimpiade setelah Komite Olimpiade Internasional (IOC) mencopot status IBA sebagai badan pengatur olahraga ini pada tahun 2023 dan mengambil alih penyelenggaraan tinju di Paris.
Pada Olimpiade kali ini, IOC menggunakan aturan kelayakan tinju yang telah diterapkan pada Olimpiade 2016 dan 2021 yang tidak menyertakan tes gender.
Catatan Bersejarah
Khelif menjadi wanita Aljazair pertama yang meraih gelar tinju Olimpiade dan petinju pertama dari negaranya yang meraih emas sejak Hocine Soltani di Atlanta 1996. Tinju wanita telah dipertandingkan di Olimpiade sejak London 2012.
"Ini adalah mimpi saya. Delapan tahun, mimpi saya. Saya juara Olimpiade, peraih medali emas. Saya sangat senang. Delapan tahun, saya bekerja," kata Khelif.
Atlet 25 tahun itu melanjutkan, "Delapan tahun, tidak tidur. Delapan tahun, lelah. Sekarang saya juara Olimpiade. Saya sangat senang. Saya ingin berterima kasih kepada semua orang yang datang untuk mendukung saya. Orang-orang, Aljazair, dan semua orang, Paris.”
"Medali emas ini adalah jawaban terbaik untuk kampanye sengit terhadap saya."
Pernyataan Soal Gender
Menjawab kontroversi soal gendernya, Khelif berkata tegas. "Saya seorang wanita seperti wanita lainnya," kata dia dalam konferensi pers setelah medali emasnya.
"Saya terlahir sebagai seorang wanita dan saya hidup sebagai seorang wanita, namun ada musuh-musuh kesuksesan dan mereka tidak bisa mencerna kesuksesan saya. Hal itu juga yang membuat kesuksesan saya terasa istimewa."
IOC menolak hasil tes yang diperintahkan IBA terhadap Khelif dan Lin sebagai sesuatu yang sewenang-wenang dan tidak sah, dengan mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk melakukannya.
Khelif mengatakan bahwa ia tidak memahami tindakan IBA. "Semua yang dikatakan tentang saya di media sosial tidak bermoral. Saya ingin mengubah pikiran orang-orang di seluruh dunia," kata dia.
"Sejak tahun 2018, saya berkompetisi di bawah otoritas IBA dan mereka tahu segalanya tentang saya. Saya tidak mengenali IBA ini. Beberapa anggota membenci saya dan saya tidak tahu mengapa.”
"Saya mengirim pesan kepada mereka hari ini bahwa kehormatan saya di atas segalanya."
Petinju berusia 25 tahun ini mendapat dukungan luar biasa dari para penonton saat bertanding, dengan para penggemar Aljazair, yang sebagian besar adalah wanita, berbondong-bondong datang ke Roland Garros dan Arena Paris Utara untuk memberikan dukungan kepadanya.
"Wanita Aljazair dikenal karena keberaniannya," kata Khelif. "Kedatangan para wanita ini ke stadion mengirimkan pesan kepada dunia bahwa kehormatan kami di atas segalanya."
REUTERS
Pilihan Editor: Klasemen Perolehan Medali Olimpiade Paris 2024 Sabtu Pagi 10 Agustus: Amerika dan Cina Ketat, Indonesia Urutan 32