TEMPO.CO, Jakarta - Di sudut arena karate PON 2024 Aceh - Sumatera Utara, di Universitas Negeri Medan, Deli Serdang, seorang pria berambut keriting terlihat fokus dengan lensa kameranya menantikan detik demi detik momen dari dua atlet yang tengah bertarung. Ia nampak tak ingin melepaskan bidikan lensanya demi mendapatkan momentum yang berharga.
Saat pertandingan berakhir dengan kemenangan karateka putri Sumatera Utara Leica Al Humaira Lubis atas karateka Jawa Barat Annisa Rizkia, pria yang kemudian diketahui namanya Andi Lubis itu lalu menangis malu-malu.
Ternyata Andi Lubis adalah ayah dari Leica Al Humaira. Andi mencoba tetap profesional sebagai fotografer dengan tidak langsung memeluk Leica yang meluapkan kegembiraannya dengan menangis terisak.
Baru setelah Leica menghampiri seluruh staf pelatih, debutan PON ini langsung memeluk Andi Lubis yang setia menunggunya. Tangisan mereka berdua pun pecah tak tertahan.
Wartawan harian Analisa ini lalu masuk ke Media Center karate dan terduduk merenung. Wartawan lain yang baru masuk pun langsung menyalami Andi yang membuatnya kembali menitikkan air mata. "Kopi pahit pun kini terasa manis sekali," kata Andi.
Jalan Terjal Leica
Leica merupakan anak bungsu Andi Lubis. Ia menjadi debutan pada PON XXI Aceh-Sumatera Utara. Perempuan berusia 20 tahun itu langsung meraih medali emas yang tak pernah terpikirkan sebelumnya.
Jalan Leica meraih medali emas tidaklah mulus. Jauh sebelum PON, ia tidak masuk dalam daftar atlet karate yang masuk pemusatan latihan daerah (Pelatda) karena kalah saing dengan senior-seniornya.
Setahun jelang PON, tiba-tiba telepon selulernya berdering memanggilnya untuk masuk dalam tim Pelatda karate. Rasa bahagia Leica langsung membuncah meski persiapannya lebih singkat dibanding senior-seniornya.
Saat PON dimulai, kepercayaan diri Leica sempat drop mengingat kejuaraan multi cabang ini menjadi yang pertama. Namun dukungan dari pelatih, tim, dan ayahnya, membantu dia untuk bisa bangkit menghadapi lawan-lawannya.
Lawan berat langsung menghampiri Leica di babak delapan besar. Ia harus berhadapan dengan atlet nasional yang memperkuat DKI Jakarta Ceyco Georgia Zefanya di nomor kumite perorangan -68 putri. Ceyco merupakan atlet karate yang sudah malang-melintang di kejuaraan dunia, bahkan ia menempati ranking 5 dunia putri.
Mental Leica pun diuji, apalagi dalam kejuaraan nasional sebelumnya ia sempat bertemu Ceyco dan kalah telak 6-3. Namun dukungan dari publik tuan rumah membuat bisa tampil lepas dan tentunya tak ingin dipermalukan di kandang sendiri.
Begitu juga dengan Andi Lubis, ketika tahu anaknya akan berhadapan dengan Ceyco. Ia hanya berharap agar Leica bisa melawan dirinya sendiri dengan tampil tenang tanpa beban.
Andi juga tidak mau memberikan arahan apapun kepada Leica, karena dia tahu bahwa beban yang dipikul anaknya sudah terlampau berat. Sehingga ia tak mampu menambah pikiran bagi Leica.
Pertandingan pun dimulai dan Leica akhirnya mampu mengalahkan Ceyco 5-4 dan melenggang ke semifinal. Sebuah prestasi yang patut dirayakan bagi atlet yang masih duduk di bangku kuliah semester 5 tersebut.
Pada babak semifinal Leica harus berhadapan dengan karateka Jawa Timur Monika Reswara Kartika yang juga sering berlaga di kejuaraan dunia. Leica berhasil mengalahkannya dengan poin 3-0.
Ujian besar kembali datang di babak final. Ia harus berhadapan dengan karateka Jawa Barat Annisa Rizkia yang sebelumnya menjadi salah satu kandidat juara. Apalagi Annisa dapat melenggang mulus sejak babak 16 besar.
Mental Leica sempat kembali turun. Bahkan ia tidak yakin bisa meraih emas. Ketidakyakinan itu akhirnya dipecahkan Leica usai menang dengan poin tipis 2-1 dan membuat arena semakin bergemuruh.
Selanjutnya: Mimpi yang terwujud Mimpi yang terwujud