TEMPO Interaktif, Jakarta - Merosotnya prestasi bulu tangkis Indonesia di ajang-ajang internasional belakang ini telah memunculkan kekhawatiran yang mendalam. Bulu tangkis sebagai cabang olah raga primadona Indonesia diharapkan dapat segera bangkit dari keterpurukan agar bisa kembali mengharumkan Merah Putih.
Pacekliknya prestasi yang diderita pebutangkis putri Indonesia juga terlihat di ajang Indonesia Open. Sembilan tahun lamanya, Indonesia gagal mencatatkan namanya sebagai juara di tunggal putri Indonesia Open. Para Srikandi Indonesia seakan tak berdaya menghadapi ketatnya persaingan bulu tangkis dunia.
Dengan digelarnya Djarum Indonesia Open Premier Superseries 2011 di Istora Jakarta pada 21-26 Juni 2011, diharapkan dapat menjadi momentum kebangkitan pebulutangkis wanita Indonesia.
Sejak dimulainya Indonesia Open pada 1982, Indonesia sudah mencatatkan namanya sebagai juara di tunggal putri melalui Verawati Fajrin. Setahun berselang, giliran Ivana Lie yang menorehkan namanya.
Namun, perjalanan Indonesia harus terhenti sampai disitu. Pada 1984, pebulutangkis Cina, Li Lingwei menjadi orang pertama yang memutus mata rantai Indonesia untuk meraih juara di tunggal putri. Hal yang sama pun dilakukannya setahun berselang.
Kendati pada 1986 giliran Shi Wen yang menjadi juara, dominasi Cina masih terlalu kuat. Bahkan, Li Lingwei kembali merebut gelar juara selama dua tahun berturut-turut pada 1987 dan 1988.
Harapan pun mulai muncul ketika Susi Susanti kembali membawa nama Indonesia ke tahta tertinggi pada 1989. Namun, gelar tersebut kembali lepas ke pebulutangkis Korea Selatan, Lee Young Suk setahun berselang.
Susi Susanti kembali memperlihatkan kehebatannya usai kembali menjadi juara pada 1991. Namun, Cina kembali bangkit dan Ye Zhaoying mengambil dua gelar juara pada 1992 dan 1993.
Indonesia memang patut berbangga memiliki Susi Susanti. Ratu bulu tangkis Indonesia ini menorehkan pretasi luar biasa dengan mencetak rekor kemenangan sebanyak empat kali berturut-turut dari 1994 hingga 1997. Hal tersebut membuat dirinya menjadi pebulutangkis wanita terbanyak yang berhasil meraih gelar Indonesia Open sebanyak enam kali.
Pada tahun yang sama, Susi menyatakan untuk pensiun dari dunia bulu tangkis. Hal tersebut pun sedikit memunculkan keraguan bila tak ada pebulutangkis yang mampu meneruskan Susi.
Tetapi, Mia Audina menjawab hal tersebut dengan menjadi juara pada 1998. Setahun berselang, giliran Lidya Djaelawijaya yang meneruskan dominasi Indonesia di rumah sendiri.
Tahun 2000, Camila Martin berhasil membawa nama Denmark menjadi juara dan memutus mata rantai juara Indonesia yang telah bertahan selama enam tahun.
DJARUM INDONESIA OPEN | BASUKI RAHMAT