Wakil Dekan Sekolah Farmasi, Emran Kartasasmita, memerincikan tiga jenis peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan uji doping. Total rencana anggaran biaya, termasuk biaya operasional laboratorium dan pelatihan, mencapai Rp 135.959.580.000.
Seluruh kebutuhan biaya itu, kata Emran, direncanakan dicairkan bertahap hingga 2016 mendatang. Sedangkan tahun ini, laboratorium uji doping perlu dana peralatan dan perabot sebesar Rp 63.463.520.000.
"Pengadaan peralatan itu penting, sebagai bukti keseriusan Indonesia membangun laboratorium uji doping pertama di Bandung yang terakreditasi internasional," kata dia. Adapun luas gedung yaitu 3.877 meter persegi, yang memakai tiga lantai dari total enam lantai.
Rencananya, ITB pada medio 2013 ini akan mengajukan permohonan rekomendasi ke World Anti-Doping Agency (WADA) di Jepang untuk mendapatkan akreditasi internasional.
Roy Suryo meminta ITB untuk memulai kegiatan riset doping dengan memakai peralatan yang ada di kampus. Ia juga berharap Rektor ITB mencari dana untuk pemenuhan biaya peralatan laboratorium. "Saya tidak biasa berjanji (kasih dana). Gedung kosong ini bisa pakai instrumen yang ada dulu," kata dia.
Diwawancarai terpisah, Rektor ITB Akhmaloka mengatakan, dana peralatan laboratorium pengujian doping harus dari pemerintah. Alasannya, yang mengajukan pembangunannya dulu adalah pemerintah. Rencana itu dulu bergulir sejak 2008 ketika Andi Mallarangeng memberi kuliah umum di ITB. "Kalau ITB cari dananya (untuk peralatan laboratorium) ya ke Kementerian," kata Akhmaloka.
Sebelumnya, Indonesia mengandalkan laboratorium di Malaysia atau Jepang untuk tes doping. Biayanya berkisar US$ 300 atau setara Rp 2,9 juta per sampel. Pengujian biasanya membutuhkan waktu rata-rata sepekan.
ISG 2017: Dapat Tambahan 2 Emas, Indonesia di Posisi 4 Besar
15 Mei 2017
ISG 2017: Dapat Tambahan 2 Emas, Indonesia di Posisi 4 Besar
Indonesia mendapatkan tambahan dua emas dari cabang olahraga angkat besi dan renang dalam ajang Islamic Solidarity Games (ISG) IV 2017 di Baku, Azerbaijan.