Grand Master Wanita pertama Indonesia itu datang menghadap Ketua Umum KONI/KOI Rita Subowo untuk mendapatkan dukungan. “Saya rasa Ibu (Rita) memberikan respons yang positif,” katanya. Bagi Irene, kesempatan yang didapatkan untuk berada di Swiss menjalani pelatihan akan memberikan keuntungan yang cukup besar. “Negara itu cukup strategis sehingga akan banyak kesempatan bagi saya untuk dapat mengikuti turnamen mana pun, yang sangat banyak di Eropa,” katanya.
Irene menggambarkan bahwa di Eropa turnamen catur memang memiliki variasi yang sangat luas. “Sampai-sampai kita bisa memilih tipe turnamen seperti apa yang dapat diikuti,” katanya. Irene menargetkan untuk bisa mengikuti setidaknya 12 turnamen sepanjang tahun 2009 ini. “Namun itu juga belum menjadi angka mati, semuanya akan bergantung pada hasil pembicaraan dengan pihak-pihak yang nantinya akan mendukung saya,” kata pecatur yang kini melirik gelar Grand Master itu.
Sampai saat ini, Irene mengaku juga sedang melakukan pendekatan kepada Kementerian Pemuda dan Olahraga. Sebelumnya, bahkan Irene juga melakukan pembicaraan dengan gubernur daerah Jawa Barat. “Saya pun ingin agar pemerintah juga terlibat dan memberikan dukungan, kalau bisa lebih besar peranannya,” katanya. Bagi Irene, dukungan pemerintah terhadapnya masih minim. “Cabang ini sepertinya masih kurang diapresiasi oleh pemerintah. Oleh karena itu, saya sekarang mencoba untuk melakukan sesuatu yang mungkin akan menginspirasi banyak pecatur untuk bisa melakukan hal yang sama,” katanya menambahkan.
Sebelumnya, Irene memang mendapatkan sokongan dana dari Eka Putra Wirya, pemilik Sekolah Catur Utut Adianto. “Dia yang menghantarkan saya untuk bisa menjadi seperti sekarang ini. Dan sekarang telah menjadi kesempatan bagi para junior saya untuk bisa mendapatkan apa yang saya pernah dapatkan,” katanya. Bagi Irene, apa yang telah didapatkannya dari Eka Putra memang harus dirasakan juga oleh pecatur-pecatur muda yang juga sedang berupaya meraih impian mereka. “Dan kini saatnya bagi saya untuk berupaya mencari dukungan dari pihak lain, terutama pemerintah.”
EZTHER LASTANIA