TEMPO.CO, Jakarta - Petenis Indonesia Christopher Rungkat harus mengakhiri kiprahnya di turnamen Wimbledon 2019. Ia tersingkir di babak pertama ganda putra dan di babak kedua ganda campuran.
Dari arena Wimbledon, yang terletak di London, Inggris, Christo berbicara dengan pers asing tentang tenis di Indonesia. Ia antara lain sempat mengeluhkan masalah fasilitas tenis yang diubah menjadi lapangan bisbol.
Baca: Wimbledon: Christopher Rungkat Terhenti di Babak 2 Ganda Campuran
Petenis berusia 29 tahun itu berharap kiprahnya bisa menginspirasi generasi baru untuk bermain tenis. Ia melihat minat anak muda cukup tinggi, namun kurang didukung fasilitas.
"Ada anak-anak muda yang mencoba datang. Tetapi kami tidak memiliki fasilitas yang baik di Jakarta. Tadinya kami punya fasilitas yang bagus dengan banyak lapangan tanah liat dan lapangan keras, tetapi pemerintah memutuskan untuk mengubahnya menjadi lapangan bisbol, sangat menyedihkan. Lokasinya tepat di pusat kota Jakarta," tutur Rungkat saat diwawancarai AFP, Selasa.
Christo merujuk pada 18 lapangan di kompleks lapangan tenis Gelora Bung Karno yang diubah jadi stadion bisbol untuk gelaran Asian Games 2018.
Petenis ganda peringkat ke-69 itu mengatakan bahwa prospek tenis di Indonesia bisa saja cerah, mengingat populasi yang mencapai 250 juta orang dan kecintaan masyarakat pada olahraga raket lainnya, bulutangkis.
"Kami memiliki masa depan yang baik di tenis. Saya sangat berharap saya bisa menginspirasi anak-anak muda, saya juga sangat berharap pemerintah bisa membantu mereka. Paling tidak kita harus memulai dengan memiliki lapangan dan fasilitas yang memadai," kata peraih medali emas ganda campuran Asian Games 2018 itu.
Christo telah bermain ganda putra dengan Hsieh Cheng-Peng asal Taiwan selama 18 bulan.
Mereka adalah dua dari enam pemain ganda putra tenis teratas dari Asia.
"Kami memiliki banyak sejarah dengan pemain ganda Asia seperti Leander Paes. Berada di sana bersama mereka adalah pencapaian yang luar biasa. Ini adalah generasi baru yang akan kami miliki. Saya dan Hsieh adalah di antara sedikit petenis yang berusia di bawah 30," pungkas Rungkat.
Mereka kalah pada putaran pertama Wimbledon, ditundukkan unggulan ke-14 Jurgen Melzer dan Oliver Marach dari Austria. "Saya sangat bersemangat, terutama bermain pada nomor utama dalam event paling bergengsi ini. Saya sudah menunggu begitu lama untuk saat-saat ini dan sangat bangga pada diri sendiri untuk sampai ke tahap ini," katanya.
Ia adalah satu-satunya petenis dalam tur putra dari Indonesia. Ia berada pada 700 besar nomor ganda. Ada juga tiga wanita Indonesia pada nomor tunggal, namun semua di luar peringkat 400 besar.
Namun, Rungkat bukan satu-satunya orang Indonesia di Wimbledon. Ada Priska Madelyn Nugroho (16 tahun) yang berkompetisi pada nomor tunggal putri, dengan mencetak kemenangan putaran pertama. "Dia bermain bagus, masih dan sangat berbakat dan saya melihat potensi yang baik dalam dirinya. Saya kira dia akan menjadi harapan Indonesia berikutnya dalam tenis," tutur Rungkat.
Rungkat mengatakan, memenangkan medali Asian Games dan lolos ke turnamen Grand Slam bisa menarik perhatian orang-orang Indonesia.
Sebagai bagian dari visinya untuk menginspirasi generasi baru petenis Indonesia, Christopher Rungkat akan kembali berkompetisi pada Olimpiade Tokyo 2020. "Saya akan senang bermain di Olimpiade. Ini impian saya sejak saya masih kecil," katanya.