"Saya tidak mengeluarkan teknik yang seharusnya dilakukan. Tak ada lagi yang tersisa," kata si malang Suzuki, setelah kekalahannya dari pejudo Mongolia Naidan Tuvshinbayar lewat sebuah teknik sapuan (morote-gari). "Andai saya melangkah ke tatami (matras judo) lagi, bisa jadi saya akan terlempar lagi. Saya benar-benar merasa hampa sekarang."
Suzuki, 29 tahun, yang naik ke kelas di atas 100 kg di Athens secara sensaional merenggut medali emas. Suzuki kembali bertarung di kelas 100 kg, kelas yang lebih ia sukai, sekaligus memberikannya gelar juara dunia pada 2005.
Dia juga menggengam titel juara dunia kelas terbuka pada 2003 yang menempatkannya dalam sejarah sebagai atlet judo pemegang juara dunia di dua kelas berbeda.
Usai kekalahan itu, Suzuki sebenarnya masih diberi kesempatan kedua. Meski hanya memperbutkan perunggu setidaknya dia bisa pulang tidak dengan tangan hampa. Namun, dia takluk pada pejudo Jerman Benjamin Behrla dengan teknik kuncian bahu dalam babak ulangan bagi para pejudo yang kalah di babak pertama.
"Aku akan pulang dan merenungi apa yang sudah dilakukan. Itulah yang akan saya lakukan pertama kali," ujar pejudo berambut cepak yang sebenarnya menargetkan olimpiade kali ini sebagai puncak kariernya.
Suzuki belum memenangkan sebuah turnamen pun di luar negeri sejak Kejuaraan Dunia 2005 di Kairo, Mesir. Dia mengatakan kekalahannya itu karana dia tak waspada. "Saya melihat dia mencoba menyapu kaki saya dari arah dalam sejak awal dan saya berniat menghentikannya."
Suzuki menjadi kapten kontingen Olimpiade Jepang, sebuah kehormatan yang diberikan untuk mantan seteru Kosei Inoue di Olimpiade Athena 2004 itu. Inoue merupakan juara Olimpiade Sydney 2000 kelas di bawah 100 kg yang ia tumbangkan oleh Suzuki pada babak pertama di Athena.
AFP | BOBBY CHANDRA