Susanto Megaranto menuturkan, saat ia masih anak-anak, warga di kampungnya memang sedang demam permainan catur. Di pos keamanan lingkungan, pinggiran sawah, hingga teras rumah bisa jadi area menggelar permainan itu.
Susanto pun kerap bermain catur dengan para tetangganya di kampung, sebelum akhirnya menjajal kemampuannnya di ajang profesional mulai tahun 1995, atau saat usianya masih 7,5 tahun.
Turnamen profesional yang ia ikuti saat itu yakni Kejuaraan Daerah (Kejurda) Kelompok Umur (KU) 12 di Cianjur, Jawa Barat. Melawan para pemain yang usianya lebih tua saat itu, Susanto berhasil menyabet peringkat kedua.
Turnamen pertama inilah yang menjadi tonggak awal keyakinan Susanto semakin kuat berkiprah di dunia catur.
"Saya tidak pernah tepikirkan jadi pecatur profesional, tapi karena saat turnamen pertama itu menang dapat hadiah, terus semangat, dan lama lama bercita cita jadi pemain catur," ujarnya.
Susanto Megaranto dan Irene Kharisma atlet catur Indonesia yang mendapatkan emas usai di ajang Sea Games Myanmar tiba di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, (22/12). TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat
Terlebih medali pertama yang diraih Susanto pada 1995 itu disusul lagi dengan prestasinya berturut menjadi urutan ketiga Kejuaraan Nasional (Kejurnas) KU-12 di Palangkaraya, dan juara SD serta peringkat kedua SMA di Indramayu, Jawa Barat.
Susanto bersyukur meski saat itu ia nekat bertanding di kelompok umur 12 tahun, karena belum ada kelompok usia 8 tahun seperti sekarang, ia bisa melewatinya dengan berbagai torehan prestasi.
Berbagai turnamen catur terus diikuti Susanto pada masa kanak-kanaknya demi mematangkan kemampuannya. Pada 1997, saat usianya hampir menginjak 10 tahun, Susanto menorehkan prestasi lagi sebagai juara Kejurda KU-12 di Bandung, Jawa Barat, dan juara I Kejurnas KU-10 di Banda Aceh.
Baru pulang dari Kejurnas Aceh, selang beberapa pekan pada 1997 itu, Susanto dan beberapa pecatur cilik bertolak ke Prancis selama dua pekan untuk mewakili Indonesia dalam kejuaraan dunia catur kelompok umur 10 tahun. Saat itu Susanto menempati peringkat 11 dari 150 peserta yang ikut.
Lawan Susanto saat di Kejuaraan Dunia Junior Perancis saat itu kini sebagian sudah menjadi grand master dunia, salah satunya Hikaru Nakamura.
Torehan prestasi di masa belia itu membuat nama Susanto kecil sampai ke telinga pengurus sekolah catur Enerpac, yang didirikan pengusaha Eka Putra Wirya, sosok yang turut menempa Grand Master Super Utut Adianto.
Tahun 1997, Susanto pun ditarik oleh Sekolah Enerpac untuk bergabung dan memperdalam kemampuannya dengan bimbingan para master, termasuk Utut langsung.
"Saya saat itu ditarik gabung ke Enerpac karena pas Kejurnas Aceh (1997) berhasil mengalahkan murid senior di Enerpac, Taufik Halay, yang sudah setahunan sekolah catur. Sedangkan saya masih pemain kampung saat itu," ujar Susanto.
Tanpa pikir panjang, tawaran beasiswa dari Enerpac langsung diterima Susanto. Sebab kedua orang tuanya juga bukan berasal dari kalangan mampu sehingga kesempatan emas itu tak ia sia-siakan.
Selanjutnya: Pengorbanan Orang Tua