Demi Kualitas Lebih Baik
Dana sebesar itu dialokasikan untuk dua hal. Pertama, untuk hal-hal yang berkaitan dengan pertandingan, upacara, dan peralatan. Kedua, untuk renovasi dan pembangunan venue.
Angka yang didapatkan Aceh dan Sumatera Utara memang jauh lebih kecil dibandingkan dengan PON 2020 di Papua tiga tahun lalu, yang menghabiskan anggaran sekitar Rp 8 triliun. Tetapi itu tetap uang besar bagi pembayar wajib, rakyat secara keseluruhan.
Terlebih lagi, setiap acara PON sudah ditentukan jauh-jauh hari, sehingga semestinya tak boleh memunculkan pandangan tidak siap dari masyarakat. Aceh dan Sumatera Utara sendiri ditetapkan sebagai tuan rumah PON 2024 delapan tahun lalu sewaktu berlangsung PON 2016 di Jawa Barat.
Waktu delapan tahun seharusnya lebih dari cukup untuk menyiapkan segalanya agar PON terselenggara dengan baik, yang jika tidak bisa sempurna, maka paling tidak minim catatan tidak baik, entah itu berkaitan dengan pertandingan, maupun yang berkaitan dengan venue.
Tetapi kemudian muncul masalah yang terungkap ke publik. Beberapa venue ternyata bermasalah, bahkan belum selesai, seperti Sumut Sports Centre di Deli Serdang. Sejumlah kalangan, termasuk atlet, mengeluhkan akomodasi untuk beberapa venue dan cabang olahraga.
Ada banyak cara untuk memeriahkan lagi PON, apalagi era ini banyak platform yang membuat masyarakat bisa menikmati momen dan acara olahraga. IOC dan UEFA memanfaatkan platform populer seperti TikTok, YouTube, dan Instagram untuk membuat Olimpiade Paris dan Piala Eropa 2024 yang semakin luas dan semakin menarik disaksikan orang. Seharusnya model seperti itu diadopsi Indonesia untuk PON, mengingat PON adalah hajat nasional yang mesti dinikmati masyarakat seisi negeri.
Dana yang besar seharusnya juga menciprat ke pola-pola baru bagaimana acara olahraga dinikmati seluas mungkin oleh masyarakat. Jika terlalu berat untuk melakukan hal itu, maka mendorong swasta mendapatkan tempat lebih luas bisa menjadi langkah yang patut dicoba, demi meningkatkan kualitas penyelenggaraan PON sehingga masyarakat menikmati PON seantusias dulu.
Untuk sampai ke sana, apa yang kurang pada PON 2024 tak boleh lagi terulang di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur empat tahun mendatang.
Keluhan tentang fasilitas dan venue tak boleh lagi muncul, sehingga atlet kian diutamakan, oleh suasana lapangan dan kompetisi yang baik dan profesional, bahkan berstandar turnamen internasional. Dengan begitu mereka makin terdorong mengeluarkan terbaik, yang pasti menarik disaksikan oleh masyarakat lebih luas.
Selanjutnya: Refleksi untuk PON berikutnya