TEMPO.CO, Bandung - Logo PON XIX/2016 mengadopsi bentuk kujang, senjata tradisional Jawa Barat, sedangkan maskotnya adalah surili, primata endemik Jawa Barat. Tak sekadar menjadi gambar pelengkap sebuah perhelatan, keduanya menyiratkan makna yang merepresentasikan citra Jawa Barat.
Logo beserta maskot tersebut merupakan hasil sayembara nasional yang digelar sejak Agustus 2013. Dari sekitar 600 peserta lomba, terpilih desain logo berbentuk kujang karya mahasiswi Institut Seni Indonesia Yogyakarta bernama Humrotin. Sedangkan pemenang desain maskot surili adalah karyawan swasta asal Bandung bernama Tony Suhendar.
Kujang, elemen dasar, terbentuk dari api obor yang berkobar, menandakan semangat untuk meraih prestasi tertinggi. Kepala kujang berwarna merah di posisi paling atas melambangkan keberanian dan kekuatan. Hal ini menyiratkan makna orang-orang yang kuat dan bersemangat tinggi yang akan menjadi juara PON XIX.
Selain itu, ada lima elemen beraneka warna yang melambangkan lima jari tangan manusia. Hal tersebut menjadi penanda bahwa pelaksanaan PON XIX berada dalam genggaman Jawa Barat sebagai tuan rumah.
Monyet surili dipilih menjadi maskot karena kelucuan, kesahajaan, kelincahan, dan kehangatan lengkingannya. Sifat-sifat tersebut mewakili sebagian sifat dan kemampuan para atlet.
Baca Juga:
Sebagai maskot, sepasang surili bernama Lili dan Lala digambarkan sedang memakai iket atau pengikat kepala khas Sunda. Iket merepresentasikan nilai luhur tradisi masyarakat Jawa Barat, yakni cageur (sehat), bageur (baik), bener (benar), dan pinter (pintar). Selain dinilai tepat melambangkan tradisi Jawa Barat, pemilihan satwa ini dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk melestarikan fauna langka daerahnya.
Sementara itu, tagline “Berjaya di Tanah Legenda” sesuai dengan Jawa Barat yang memiliki banyak kisah, baik dalam aspek sejarah, budaya, maupun olahraga. (*)