Baca: Asian Paragames 2018. Balap Kursi Roda Sepi Atlet Indonesia
"Di Cina ada kejuaraan single event khusus atletik, seperti grand prix. Di sana sekitar lima hari, setelah itu pulang ke Solo lagi untuk melanjutkan pelatnas (pemusatan latihan nasional)," kata atlet balap kursi roda, Doni Yulianto, saat ditemui Tempo di Hotel Kusuma Sahid, Kota Solo, pada Kamis, 3 Mei 2018.
Tim balap kursi roda Indonesia terdiri dari tiga atlet, yaitu Doni dari Jawa Tengah, Maria Goreti Samiyati dari DKI Jakarta, dan Zaenal Aripin (Jawa Barat). Mereka akan berangkat ke China bersama rombongan tim atletik paragames Indonesia yang berjumlah sekitar 35 orang.
Selama menekuni karier sebagai atlet balap kursi roda sejak 2011, Doni mengatakan baru sekali ini mengikuti kejuaraan tunggal bertaraf internasional tersebut.
"Karena limit (catatan waktu) tim atletik sudah mendekati kelas dunia, atlet yang sanggup didaftarkan ikut try out," kata Doni.
Khusus balap kursi roda, standar limitnya dua menit untuk 800 meter. Bukan sekadar uji coba, kejuaraan tunggal di Cina tersebut juga menjadi gerbang untuk naik ke jenjang paling bergengsi, yaitu Olimpiade di Tokyo 2020.
Meski sedang berfokus menghadapi uji coba ke Cina dan Asian Paragames 2018, Doni siap jika Indonesia memanggilnya untuk berlaga di Olimpiade.
"Yang penting harus bisa menjaga sekaligus meningkatkan limit yang sudah masuk standar dunia. Limit itu naik turun, tergantung latihannya," kata Doni.
Menurut Doni, bersaing dengan atlet balap kursi roda di tingkat Asia sudah sangat berat, terutama dari Cina dan Thailand. Dua negara tersebut sudah mencetak sejumlah juara dunia.
"Jam terbang mereka tinggi. Sedangkan kami bisa dibilang pemain baru. Saat balap kursi roda baru booming di Indonesia pada 2011 ketika menjadi tuan rumah ASEAN Paragames, mereka sudah ikut Olimpiade," kata Doni.
Di Asian Paragames 2018, Doni mengikuti tiga nomor dalam kelas T 54 (khusus untuk atlet yang mengalami gangguan fungsi atau cacat dari pinggang ke bawah), yaitu 800 meter, 1.500 meter, dan 5.000 meter.
Menurut Doni, nomor terakhirlah yang terberat. Sebab, atlet mesti pintar mengatur tenaga untuk balap yang berlangsung selama 12,5 putaran.
"Persiapan untuk tiga nomor itu hampir sama. Untuk nomor 5.000 meter, harus menjaga daya tahan karena jarak jauh. Untuk dua nomor lainnya lebih mudah, tinggal mengasah kecepatan saja," kata Doni.
Dari hasil latihan terakhir di Stadion Sriwedari, Solo, Doni bisa mencatatkan waktu sekitar 13 menit untuk 5.000 meter. Adapun kecepatan tertingginya sekitar 27 kilometer per jam.
Sedangkan untuk 800 meter, Doni bisa mencapai limit waktu 1 menit 50 detik dengan kecepatan tertinggi sekitar 37 kilometer per jam.
Meski catatan waktu tersebut sudah standar dunia, Doni tidak muluk-muluk memasang target di Asian Paragames 2018.
Baca: Asian Paragames 2018: Difabel Akan Diberdayakan Sebagai Relawan
"Minimal dapat satu medali perak atau perunggu di satu nomor saja sudah bersyukur. Karena lawannya berat-berat," ujar Doni.
DINDA LEO LISTY