TEMPO.CO, Jakarta - Petenis Indonesia Aldila Sutjiadi menceritakan perjuangannya dalam mengikuti berbagai turnamen internasional. Ia menggunakan biaya sendiri demi bisa berpartisipasi dalam setiap ajang.
Atlet berusia 28 tahun itu mengatakan hadiah atau prize money turnamen menjadi salah satu sumber biayanya. Aldila kerap turun di dua nomor, yakni ganda putri dan ganda campuran pada sejumlah kompetisi. Ganda putri menjadi sektor yang diutamakan untuk mengejar prestasi, sementara ganda campuran merupakan wadahnya untuk mencari pundi-pundi.
"Ganda campuran itukan nggak masuk ke dalam poin WTA atau ATP. Itu lebih untuk mendapatkan prize money dan juga lebih untuk menambah jam terbang pertandingan. Hampir semua biaya turnamen didapat dari prize money karena kita atlet profesional itu pakai biaya sendiri untuk ikut turnamen," ujar dia dalam wawancara eksklusif bersama Tempo, seusai tampil di Grand Slam Australian Open 2024, Kamis, 25 Januari 2024.
Menurut Aldila, kebutuhan biaya untuk setiap turnamen berbeda-beda karena ada berbagai faktor non-teknis yang dapat mempengaruhi harga akomodasi. Berdasarkan pengalamannya, turnamen di kawasan Eropa menjadi yang termahal. Ia tak merinci jumlahnya, tetapi dipastikan uang yang dikeluarkan tak kurang dari tiga digit.
Peraih medali emas Asian Games 2018 itu pun membagikan kisahnya saat mengikuti turnamen di Swedia, Swiss, hingga Australia dengan biaya yang bervariasi. "Pastinya turnamen yang mahal itu di Eropa, salah satunya di Swiss karena living cost di sana mahal. Waktu itu, pernah juga saya ikut turnamen di Swedia karena lokasi pertandingan jauh dari pusat kota, biaya hotelnya jadi mahal."
"(Biaya mahal) itu tergantung turnamennya. Tidak bisa dibilang spesifik satu turnamen. Seperti misalnya waktu itu saya ikut turnamen di Australia, terbang dari Selandia Baru yang jaraknya hanya tiga jam perjalanan tetapi tiket pesawatnya sampai Rp 15 juta one way. Itu karena waktu itu lagi high season dan banyak orang traveling ke sana, jadi harga tiketnya naik," kata dia menambahkan.
Dengan modal yang besar, Aldila tentu tak bisa hanya mengandalkan prize money sebagai satu-satunya sumber biaya. Berbagai perusahaan Indonesia, kata dia, sempat menyokong dana untuk keikutsertaannya di beberapa turnamen tahun lalu. Kini dia sedang berusaha mencari sponsor baru untuk membiayai kiprahnya sepanjang 2024.
Pengurus Pusat Persatuan Tenis Seluruh Indonesia (PP PELTI), tutur Aldila, juga turut memberi bantuan biaya, namun hanya untuk ajang multi-event SEA Games dan Asian Games, serta beberapa turnamen pemanasan sebelumnya. Karena sejatinya tugas federasi memang untuk memfasilitasi atlet dalam tujuan mewakili negara di sebuah turnamen, bukan individu.
Namun, pada kenyataannya, PP Pelti tak menjalankan tugasnya. Dalam ajang SEA Games 2023 dan Asian Games 2023, federasi masih memiliki utang biaya transportasi kepada Aldila. Sang atlet sempat membagikan permasalahan ini melalui media sosial pribadinya pada Desember lalu. Sebulan berlalu, belum ada kejelasan yang didapatkan terkait pengantiannya.
"Terakhir update sama sekjen-nya masih diusahakan. Mereka masih bicara sama ketua umum dan bendaharanya. Tapi itu butuh waktu jadi kemarin baru saya tanyain updatenya tapi belum ada kabar," tuturnya.
Aldila mengatakan, saat mengikuti SEA Games 2023 dan Asian Games 2023, dia tak berangkat dari Jakarta karena sedang mengikuti turnamen di Spanyol dan Meksiko. Walau dia tak menyumbang medali emas dalam dua ajang tersebut, dia berharap pengorbanannya untuk membela Merah Putih tetap dihargai. "Semoga dalam beberapa waktu ke depan ini sudah bisa ada kabar (baik) dari mereka."
Pilihan Editor: Gagal di Australia Open 2024, Aldila Sutjiadi Bicara Hasil Undian yang Sulit hingga Kehilangan Sentuhan Permainan