"Saya bakal memberikan hasil terbaik pada PON Papua," ucap Nurul saat dihubungi Tempo, Senin, 27 September 2021.
Peraih medali perak Asian Games 2018 bercerita pada awalnya tidak menyukai olahraga ini. Alasannya sederhana. “Saya takut ketinggian,” ujar atlet kelahiran Bima, 6 Mei 1995 ini.
Butuh tahapan untuk membuat rasa takutnya sirna. Orang yang berjasa membuatnya berani dan mantap menekuni panjat tebing tak lain adalah saudaranya sendiri, Fitrah Rahma. Sang saudara yang sudah lama menekuni sport climbing selalu mendorong dan menyemangatinya untuk mencoba.
“Ayo, Rul! Enggak usah takut ketinggian. Enggak usah lihat ke bawah, manjat lihat ke atas terus’,” ujar dia.
Lama kelamaan, rasa takut itu sirna perlahan-perlahan seraya ia menjejakkan kaki di setiap poin-poin pada papan panjat. Sejak 2006 itulah, ia terus menekuni panjat tebing meskipun memang pada awalnya masih main-main. “Awalnya main-main karena masih 10 tahun. Akhirnya bisa serius dan sampai sekarang.”
Pada tahun yang sama, ia diterjunkan dalam kejuaraan nasional di Bali. Menurutnya, ia ikut dipilih karena saat itu, Nusa Tenggara Barat kekurangan atlet. Ia mengaku belum mendapatkan juara pada kejurnas tersebut.
Tujuh tahun kemudian, ia baru bisa meraih medali pertamanya. “Waktu yang sangat lama.”
Namun, prestasinya tak berhenti di situ saja. Pada Pekan Olahraga Nasional (PON) 2016 di Jawa Barat, Nurul membawa pulang medali perunggu kategori boulder perorangan. Kemudian, pada 2017, sejumlah medali ia rebut. Ia mendapatkan emas untuk kategori lead dari kejuaraan yang digelar Eiger di Bandung dan kejuaraan nasional (Kejurnas) FPTI di Yogjakarta.
Nurul juga membukukan medali perak untuk nomor lead di kejurnas di Yogjakarta dan juara tiga untuk boulder tim campuran kota sama.
Sementara, untuk level internasional, ia pertama kali ikut pada Asian Youth dan berada di peringkat lima. Pada 2017, Nurul mengikuti Asian Championship di Iran. Sayangnya, atlet 23 tahun itu belum bisa meraih medali.
Pada 2018, ia beralih di nomor speed dan berlaga di kejuaraan dunia di Moscow dan Cina. Ia berhasil menempati posisi ke-10.
Mengawali karier di dunia panjat tebing di nomor lead dan boulder, membuat Nurul kesulitan ketika harus beralih ke speed. Tingkat kecepatan yang bertolak belakang membuatnya kewalahan. “Awalnya sangat sulit beralih ke speed. Awalnya saya manjat pelan sekarang harus cepat.”
Namun, ia merasa beruntung dikelilingi rekan dan pelatih pemusatan latihan nasional yang selalu memberikan dukungan sehingga ia bisa memacu bakat terpendamnya. Kini, ia pun menyenangi nomor baru tersebut. “Pertama kali (mencoba) speed world record (catatan waktu) di 12 detik. Sekarang tembus tujuh (detik).”
Karena itu juga, kejuaraan dunia yang ia ikuti menjadi kompetisi paling berkesan. Pasalnya, saat itu, ia turun di nomor yang baru saja ia tekuni yakni nomor speed. Bagi Nurul, ini juga menjadi salah satu bukti transformasinya ke nomor speed.
Sebelumnya, Ketua Federasi Panjat Tebing Indonesia, Zannuba Ariffah Chafsoh atau Yenny Wahid, secara resmi membuka pertandingan panjat tebing PON Papua di arena panjat tebing Kelurahan Timika Jaya SP2, Senin, 27 September 2021.
Pembukaan pertandingan panjat tebing PON Papua ditandai dengan pemukulan tifa oleh Yenny Wahid bersama Bupati Mimika Eltinus Omaleng dan Ketua Federasi Panjat Tebing Provinsi Papua Cesar Avianto Tunya, disaksikan langsung oleh para atlet yang berasal dari 27 provinsi.
Sebanyak 27 provinsi yang ambil bagian dalam pertandingan tersebut adalah Aceh, Bali, Banten, Bengkulu, DIY, DKI Jakarta, Jambi, Jabar, Jateng, Jatim, Kalbar, Kalsel, Kalteng, Kaltim, Kaltara. Selain itu ada Babel, Maluku, NTB, Riau, Sulsel, Sulteng, Sultra, Sumbar, Sumsel, Sumut, Sulbar dan tuan rumah Papua. Mereka akan memperebutkan kuota 12 medali emas, perak dan perunggu.
IRSYAN HASYIM