Bergerak serius
Dalam upayanya demi terbebas dari sanksi, beberapa hari setelah hukuman WADA diumumkan, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Zainudin Amali langsung merespons. Ia berkirim surat klarifikasi kepada WADA terkait kondisi olahraga di Indonesia yang terdampak pandemi COVID-19 sehingga gagal memenuhi ambang batas pengujian doping.
“Sampel itu diambil kalau ada kejuaraan atau kompetisi maupun turnamen. Kalau tidak ada bagaimana mau ambil sampel kan begitu ya. Sehingga Indonesia tidak bisa memenuhi sampel itu. Itu yang yang dianggap tidak patuh. Kemudian kami berkirim surat menjelaskan situasi yang kami hadapi ini dan akhirnya mereka (WADA) memahami,” kata Zainudin, Oktober lalu.
Respons Menpora itu sempat menuai kritik dari publik yang menyebut bahwa pemerintah terlalu menyepelekan sanksi WADA.
Sampai akhirnya, pemerintah pun baru bergerak serius menanggapi soal ini setelah kejadian tidak adanya bendera Merah Putih di Piala Thomas 2020.
Sehari berselang setelah Indonesia juara Piala Thomas 2020 atau tepatnya pada 18 Oktober 2021, Menpora akhirnya membentuk Tim Kerja Percepatan Penyelesaian Sanksi WADA guna mempercepat pencabutan sanksi yang dijatuhkan WADA kepada LADI.
Tim Kerja itu diketuai oleh Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia (KOI) Raja Sapta Oktohari yang beranggotakan Wakil Ketua LADI Rheza Maulana, Sekretaris Jenderal LADI Dessy Rosmelita, Sekretaris Jenderal KOI Ferry Kono, serta Tenaga Ahli Menteri Pemuda dan Olahraga Gatot S Dewa Broto.
Tim kerja tersebut hingga saat ini masih terus bekerja demi menyelesaikan pembebasan sanksi WADA.
Selain terus berupaya memenuhi persyaratan WADA, Oktohari juga bahkan sudah membuka komunikasi dengan Presiden WADA Witold Banka dan Sekretaris Jenderal Olivier Niggli di General Assembly Asosiasi Komite Olimpiade Nasional (ANOC) di Crete, Yunani, Oktober lalu untuk melakukan diplomasi membantu percepatan pembebasan sanksi.
Ketidaklancaran komunikasi antara dengan WADA disebut menjadi salah satu penyebab LADI gagal memenuhi 24 pending matter penyebab sanksi.
Namun kini LADI, yang saat ini dalam pengawasan Lembaga Anti-Doping Jepang (JADA) sebagai salah satu lembaga anti-doping yang sudah terakreditasi dan terstandardisasi secara internasional, telah memenuhi sejumlah persyaratan.
Ada beberapa syarat yang telah dipenuhi LADI, yakni hal-hal yang menyangkut administratif seperti penandatanganan nota kesepahaman (MoU) terkait supervisi dengan seluruh cabang olahraga, susunan pengurus penuh waktu di LADI serta rencana tes doping (TDP) yang meliputi tes di dalam dan luar kompetisi.
Seusai menuntaskan 24 pending matter itu, Oktohari kembali menemui WADA di kantornya di Lausanne, Swiss, sebagai upaya diplomasi sekaligus menyampaikan langsung kemajuan yang dilakukan Gugus Tugas dan LADI agar bisa kembali menyandang status compliance (patuh).
Dalam kunjungannya, Indonesia dijanjikan tidak perlu menunggu waktu hingga satu tahun untuk kembali mendapat hak-haknya pada ajang olahraga internasional.
“Dia (Sekretaris Jenderal WADA Olivier Niggli) juga mengatakan bahwa tidak perlu menunggu hingga satu tahun, setelah sudah selesai dan berjalan dengan baik maka lampu hijau akan diberikan,” ungkap Okto.
WADA juga menjelaskan bahwa Indonesia sudah berada di jalur yang tepat dalam menyelesaikan persyaratan demi mempercepat pencabutan sanksi dari badan anti-doping dunia itu.
Niggli bahkan mengaku terkesan dengan kerja cepat gugus tugas dan LADI dalam memenuhi permasalahan yang tertunda (pending matters) sejak sanksi dijatuhkan pada 7 Oktober lalu.
“Kami berterima kasih karena gugus tugas sudah mau datang jauh-jauh dari Indonesia untuk menyelesaikan masalah ini. Kami sangat terkesan,” kata Niggli.
“Indonesia sudah dalam jalur dan arah tepat, hanya perlu melanjutkan beberapa pekerjaan dan pertahankan kinerja ini agar LADI dapat diaktifkan kembali,” lanjut dia.
Selanjutnya: Ada Harapan