Faktor Non teknis
Urusan pertandingan diyakini bukan sekadar persoalan di dalam lapangan, tapi juga di luar lapangan (non teknis).
Sejumlah cabang olahraga bela diri sangat menyadari hal tersebut, namun tak semuanya berhasil dalam tingkat ‘lobi-lobi’.
Prestasi yang diraih atlet saat berada di arena tentunya tak lepas dari usaha-usaha di balik layar.
Apa yang terjadi di arena sejatinya menggambarkan apa sesungguhnya yang terjadi selama prosesnya.
Masyarakat Indonesia tentunya tak meragukan lagi usaha keras kedua cabang olahraga ini dalam menggeber atletnya di pemusatan latihan nasional selama tiga tahun terakhir.
Atlet nyaris dibuat tak memiliki hari libur. Mereka hanya kembali beberapa saat kepada keluarga saat awal pandemi merebak di tanah air.
Kepala Bidang Luar Negeri PB Forki Darly Siregar mengatakan sejauh ini Indonesia sudah mampu menempatkan Haifendri Putih sebagai Ketua Dewan Wasit SEAKF. Dia sendiri menjadi Wakil Presiden SEAKF.
Selain itu, Indonesia juga memiliki wakil wasit/juri pada ajang yang berada di bawah SEAKF sehingga setidaknya menjadi kekuatan tersendiri.
"Kami mengusung kekuatan empat pilar terdiri dari atlet, pelatih, pengurus, wasit/juri. Jika ini tidak digerakkan semua maka akan timpang, dan tidak dapat mengimbangi kerja keras atlet dan pelatih di kamp," kata dia.
Juara dunia pencak silat Abas Akbar mengatakan faktor nonteknis sangat mempengaruhi olahraga bela diri yang mempertandingkan nomor seni dan pertarungan.
"Saya juga saat jadi atlet pernah merasakan adanya keberpihakan wasit. Oleh karena itu saya tidak mau yang biasa-biasa saja, ya bagaimana caranya, harus cetak poin telak," kata Abas.
Itu dari sisi atlet. Menurut dia, dari sisi kepengurusan juga harus berjuang dalam mengelola sisi non teknis sehingga tidak mengganjal atlet ketika bertanding.
Walau Indonesia menjadi presiden Persekutuan Pencak Silat Antarbangsa (Pesilat) yang diemban oleh Ketua PB IPSI Prabowo Subianto, Abas mempertanyakan sejauh mana dominasi Indonesia mengelola silat dunia.
"Jangan di perebutan medali, kita sudah kalah. Di kepengurusan dunia juga tidak bisa mendominasi, artinya lebih banyak orang-orang di luar Indonesia. Ingat, silat itu olahraga kita," kata Abas.
Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali berjanji akan memanggil pimpinan pengurus cabang olahraga bela diri untuk merespons buruknya performa selama SEA Games Vietnam 2021.
"Saya sudah mendapatkan penjelasan dari para pengurus pencak silat bahwa saat ini banyak peraturan baru yang belum diadaptasi oleh para pelatih. Nah, kenapa sampai seperti itu nanti kami dengar," kata Zainudin di Hanoi, Minggu.
Walau demikian, pemerintah akan tetap mendorong pencak silat menjadi cabang olahraga Olimpiade dengan mengusung konsep Road to Olimpic.
Bagi dia, apa yang terjadi di arena SEA Games ini sama sekali tidak mempengaruhi rencana tersebut mengingat sejak Perpres Nomor 86 dikeluarkan mengenai Desain Besar Olahraga Nasional, target prestasi olahraga Indonesia adalah arena Olimpiade.
"Indonesia harus memenuhi sejumlah persyaratan di antaranya sudah digeluti di 75 negara dan 5 benua, artinya kampanye harus terus digencarkan," kata Zainudin.
Cukup kompleks apa yang terjadi dalam pencak silat. Di satu sisi, Indonesia bangga karena olahraga warisan leluhur ini kian diminati dunia bahkan berkembang pesat di negara-negara Asia Tenggara.
Namun di satu sisi, negara-negara ini telah menjadi ancaman untuk pencak silat Indonesia. Bahkan kini muncul sinisme bahwa Indonesia telah dijadikan sebagai 'musuh bersama' karena memborong 14 medali emas dalam Asian Games 2018 saat menjadi tuan rumah.
Tentunya kondisi ini jauh berbeda dengan Jepang yang hingga kini masih merajai pentas karate tingkat dunia.
Tak ada kata lain, Indonesia harus berbenah sebelum terlambat.
Baca Juga: Klasemen Akhir Medali SEA Games 2021
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.