TEMPO.CO, Jakarta - Final Wimbledon 2022 akan mempertemukan Novak Djokovic, asal Serbia, dan petenis Australia Nick Kyrgios di All England Club, London, Minggu malam, 10 Juli. Ini diprediksi akan jadi duel menarik.
Novak Djokovic sudah dua kali bertemu dengan Kyrgios. Kedua pertemuan itu terjadi pada 2017 dalam turnamen lapangan keras di Indian Wells dan Acapulco. Kyrgios memenangi keduanya, yang masing-masing harus dilewati dengan tie break.
Dalam turnamen ATP Masters 1000 Indian Wells di Amerika Serikat, Krygios menang 6-4, 7-6 (3), sedangkan dalam turnamen Acapulco di Meksiko menang 7-6 (9), 7-5.
Namun pertemuan ketiga mereka nanti berlangsung di lapangan rumput yang berbeda dari lapangan keras. Bagi Djokovic malam nanti itu adalah final Wimbledon yang kedelapannya, sedangkan bagi Kyrgios itu adalah final Wimbledon dan sekaligus final Grand Slam perdananya.
Statistik jauh lebih berpihak kepada Djokovic yang dari tujuh final Wimbledon terdahulunya sudah dia menangi enam kali.
Djokovic juga tak terkalahkan dalam tiga final Wimbledon terakhir. Kini dia memburu gelar keempat berturut-turut di All England Club.
Djokovic juga berusaha terus menyusul Rafael Nadal sebagai petenis putra yang paling sering dianugerahi trofi Grand Slam, sebanyak 23 kali.
Itu berselisih dua gelar lebih banyak dibandingkan dengan petenis Serbia tersebut yang bersama Roger Federer baru mengumpulkan 20 trofi Grand Slam.
Tetapi Nick Kyrgios juga memiliki ambisi besar untuk 'pecah telur' setelah menunggu lama untuk mencapai final Grand Slam sejak menggebrak Wimbledon sewaktu masih remaja pada 2014 yang kala itu mencapai perempat final.
Ketika dia menyudahi perlawanan Cristian Garin pada perempatfinal dan kemudian menang WO atas Rafael Nadal yang cedera sehingga tak melanjutkan babak semifinalnya, maka Krygios akhirnya bisa memoles citra buruknya selama ini dengan pencapaian tertingginya di Grand Slam.
Selama bertahun-tahun, bahkan sampai kini, petenis Australia ini terperosok dalam ruang gelap karena terus menjadi sorotan gara-gara prilaku buruknya.
Sudah akur
Saat Minggu malam nanti saat ketika berusaha menghadang Djokovic merebut gelar Grand Slam ke-21 dan sekaligus gelar Wimbledon ketujuhnya, Kyrgios akan bermain sambil menghadapi tudingan penyerangan di Canberra di negara asalnya.
Djokovic yang bernafsu untuk membalas dua kekalahan terdahulu dari Kyrgios sudah menjanjikan pertarungan panas yang disebutnya penuh ledakan, tidak saja karena Kyrgios temperamental namun juga mengingat ambisi keduanya dalam menorehkan rekornya masing-masing.
"Pekerjaan belum selesai. Satu hal yang pasti akan ada letupan emosi dari kedua belah pihak," kata Djokovic setelah mengalahkan Cameron Norrie 2-6, 6-3, 6-2, 6-4 dalam semifinal, mengenai pertemuannya dengan Kyrgios.
"Sudah lama kami tak berhadapan. Saya tak pernah menang satu set pun melawan dia (dalam dua pertemuan terdahulu)," sambung Djokovic seperti dikutip AFP.
"Semoga kali ini berbeda. Ini final lainnya saya dalam Wimbledon, jadi semoga pengalaman membuat saya diuntungkan," kata Djokovic lagi.
Benarkah akan berlangsung panas? Mungkin ya, jika melihat temperamen keduanya, terlebih Kyrgios boleh dikata salah satu biang rusuh di lapangan tenis.
Tetapi Kyrgios justru mengatakan hubungannya dengan Djokovic saat ini sudah membaik sejak menjadi satu dari sedikit petenis yang membela Djokovic ketika petenis Serbia ini dirundung kontroversi vaksin COVID-19 menjelang Australian Open awal tahun ini.
"Kami kini memiliki sedikit bromance, aneh memang," kata Kyrgios. Bromance adalah hubungan kekariban yang bukan seksual, atau sederhananya disebut "persahabatan".
"Saya merasa menjadi satu-satunya petenis yang membelanya dengan semua drama semacam yang terjadi saat Australian Open dulu," kata Kyrgios. "Saya merasa dari situlah muncul rasa hormat."
Djokovic sepakat sudah akur dengan Kyrgios, bahkan berteman baik.
"Saya tak tahu apakah saya bisa menyebutnya bromance, tetapi kami memang memiliki hubungan yang lebih baik ketimbang sebelum Januari tahun ini," kata Djokovic.
Lantas di mana serunya seperti disebut Djokovic? Mungkin bukan emosi karena saling mengumpat, tetapi emosi yang dipendam keduanya guna mengakhiri final nanti dengan rekor.
Novak Djokovic sudah 31 kali mencapai final Grand Slam yang 20 di antaranya dia menangkan.
Selanjutnya: Marjin Tipis