TEMPO.CO, Jakarta - Dalam dua Olimpiade berturut-turut, Filipina mencatat prestasi besar dengan terus merebut medali emas. Di Tokyo 2020 mereka meraih satu emas, sedangkan di Olimpiade Paris 2024 negara itu mendapatkan dua emas sekaligus dari cabang olahraga yang sama.
Adalah pesenam Carlos Yulo yang melakukan pencapaian besar dalam cabang yang di Asia dikuasai oleh China dan Jepang itu. Rakyat Filipina, meminjam analisis The Philippine Star dalam editorialnya pada 5 Agustus, sudah sering dibuat bangga oleh Yulo.
Dialah yang membuat Filipina mendapatkan medali emas pada Kejuaraan Dunia 2019 dan 2021. Pesenam berusia 24 tahun itu juga mempersembahkan dua medali emas setelah menjuarai nomor kuda lompat dan senam lantai.
Yulo mengikuti jejak atlet angkat besi Hidilyn Diaz, yang pada Olimpiade Tokyo 2020 memperoleh medali emas angkat besi kelas 55 kg putri setelah membuat total Angkatan 224 kg yang merupakan rekor baru Olimpiade.
Diaz menjadi atlet Filipina pertama yang mempersembahkan medali emas sejak pertama kali Filipina mengikuti Olimpiade pada 1924. Ia ternyata mengilhami rekan-rekan senegaranya untuk mengikuti jejak mendapatkan medali emas Olimpiade. Salah satunya, Carlos Yulo.
Baik Yulo maupun Diaz memiliki formula sama untuk menjadi olimpian yang sukses, yakni determinasi, disiplin dan latihan ketat. Namun, keduanya memiliki pengalaman berbeda dalam hal dukungan dari lingkungan, khususnya finansial dan teknis.
Diaz menghadapi kendala dana dalam mengembangkan karier sampai dipaksa mencari sponsor yang mau mendanai latihannya.
Dia korban dari pertarungan politik tak berujung yang membuat para pengambil kebijakan di Filipina tak memberikan perhatian lebih kepada atlet, termasuk angkat besi yang tak terlalu populer di sana, dan bahkan tinju yang sudah mendarah daging di negara kepulauan itu.
Keadaan ini memaksa Diaz berlatih di luar negeri.
Selanjutnya: Bagaiaman dengan Yulo?