TEMPO.CO, Jakarta - Sekitar seribu muda-mudi Riau menunjukkan kebolehannya menari zapin beriring lagu Lancang Kuning saat pembukaan Pekan Olahraga Nasional (PON) ke-18 Riau 2012 di lapangan Stadion Utama Panam, Riau, kemarin.
Bagi para penari yang kebanyakan dari kalangan pelajar dan mahasiswa itu tari zapin amat akrab. Karena, tarian gemulai campur energik itu telah mereka lihat dan praktekkan sejak amat belia. “Sehingga saat latihan untuk PON, kami tinggal menyesuaikan dengan arahan koreografer,” kata Hasanah, salah seorang penari.
Budayawan Riau, Al Azhar, mengatakan sifat tari zapin yang gemulai dan energik inilah yang tidak lekang dimakan waktu, karena sesuai dengan karakteristik anak muda yang selalu bergerak aktif. Ekspresi persaudaraan antarpemain, antara pemain dengan pemusik, juga membuat tarian tambah bergairah, sehingga mampu meredam rasa malu bagi penari baru.
Karena tarian tradisional ini berlandaskan pada nilai-nilai agama Islam, maka gerakannya dibuat menjadi amat santun. Tari Zapin pada mulanya merupakan tarian hiburan di kalangan raja-raja di istana setelah dibawa oleh para pedagang sejak berabad-abad silam.
Musik pengiringnya terdiri dari dua alat yang utama, yaitu alat musik petik gambus dan tiga buah alat musik tabuh gendang kecil yang disebut marwas. Sebelum 1960, zapin ditarikan oleh kaum lelaki, namun setelahnya hingga kini lebih sering ditarikan oleh lelaki dan perempuan.
Gerakannya tidak menimbulkan syahwat, kata Al Azhar, karena esensinya bertumpu pada kaki. “Pinggul sampai kepala digerakkan oleh poros kaki, bukan pada tangan dan pinggul,” kata Ketua Pengurus Harian Adat Melayu Riau itu.
“Kalau sumbunya pinggul dan tangan, menjadi joget. Tidak sesuai dengan adat Melayu yang bersendikan pada ajaran Islam,” ujarnya. Itu sebabnya, kata Al Azhar, patung penari zapin di jalan protokol, yang membelakangi kantor Gubernur Riau, dicibir masyarakat Riau, karena menonjolkan bokong perempuan.
“Patung tari zapin yang dibuat oleh pematung I Nyoman Nuarta itu lebih dekat pada esensi tari joget, mendekati jaipong dari Jawa Barat. Sebagai karya patung, Al Azhar mengaku amat hormat terhadap Nyoman Nuarta. “Tapi kalau dia menganggap itu sebagai ekspresi zapin, maka itu gagal total, gagal banget.”
Meski patung “bahenol” bernilai miliaran rupiah itu tetap berdiri kokoh, dia yakin generasi muda melayu Riau tidak akan tergoyahkan pada esensi zapin yang sesungguhnya: kaki sebagai porosnya.
ALI ANWAR
Berita lain:
Liputan Khusus PON Riau 2012
Pertama Kalinya, Atlet PON Dicoret karena Transfer
Tes Doping Atlet PON 2012 Numpang di Bangkok
Serba Minimalis, PON Dibuka Presiden Hari Ini
Derita di Wisma Atlet
Noval Sumbang Emas Pertama untuk Sulawesi Tengah
Tryaningsih Torehkan Hat Trick di PON