Tiga Fondasi
Cina baru berpartisipasi penuh lagi dalam Olimpiade Los Angeles 1984, yang balas diboikot Uni Soviet dan sekutu-sekutunya. Di sana, Cina melakukan gebrakan dengan finis urutan empat dalam daftar perolehan medali di bawah AS, Rumania, dan Jerman Barat.
Sempat terpental ke urutan 11 empat tahun kemudian dalam Olimpiade 1988 di Seoul, Cina stabil menjadi salah satu kekuatan raksasa Olimpiade. Mereka selalu finis di atas peringkat empat, bahkan sejak Olimpiade Sydney 2000 sampai Tokyo 2020 selalu masuk tiga besar.
Sejak Olimpiade Athena 2004, Cina terus menjadi pesaing tersengit AS. Namun, dalam Olimpiade Rio 2016, mereka disalip Inggris dari dua terbaik Olimpiade.
Kini, dalam Olimpiade Paris 2024, Cina yang berpenduduk 1,4 miliar kembali bertarung ketat dengan AS yang berpenduduk 333,3 juta, seperti terjadi tiga tahun lalu di Tokyo. Perolehan medali emas Cina hanya berselisih satu keping dari yang dikumpulkan AS dalam Olimpiade Tokyo.
Walau tak pernah bisa melampaui AS dalam total medali yang dikumpulkan, Cina semakin ketat menyaingi AS dalam perolehan medali emas. Kini, mereka melakukan sapu bersih emas loncat indah dan tenis meja, serta menjadi juara umum beberapa cabang olahraga, termasuk bulu tangkis, menembak, dan angkat besi.
Lantas, mengapa Cina bertambah kuat dari Olimpiade ke Olimpiade?
Bonus demografi, kemampuan ekonomi, dan kebanggaan nasional adalah tiga fondasi yang membuat Cina mendominasi arena demi arena olahraga.
Cina adalah negara dengan penduduk terbanyak kedua di dunia setelah India. Mereka juga negara dengan produk domestik bruto (PDB) terbesar kedua setelah Amerika Serikat.
Tak seperti India yang bahkan tertinggal dari Indonesia dalam arena Olimpiade, Cina sukses menerjemahkan bonus demografi dan pencapaian ekonomi menjadi sukses di arena olahraga, termasuk Olimpiade.
Dari 10 negara berpenduduk terbanyak di dunia, hanya AS, Rusia dan Cina yang berhasil memanfaatkan bonus demografi.
Selanjutnya: Lebih dari sekadar medali