TEMPO.CO, Jakarta - Desak Made Rita Kusuma Dewi kini bersiap mengejar mimpinya berada di atas podium Olimpiade Paris 2024. Atlet panjat tebing putri Indonesia ini telah mengantongi tiket untuk tampil di kejuaraan olahraga terbesar di dunia yang bakal digelar di Prancis, Paris, pada 26 Juli-11 Agustus mendatang.
Atlet berusia 24 tahun ini memastikan lolos ke Olimpiade Paris 2024 setelah meraih medali emas di IFSC Climbing World Championships atau Kejuaran Dunia Panjat Tebing 2023 di Bern, Swiss pada Agustus lalu. Turun di nomor speed putri, pemanjat berusia 24 tahun itu mencatatkan waktu 6,49 detik di final mengalahkan atlet Amerika Serikat Emma Hunt yang menorehkan catatan waktu 6,67 detik.
Setelah mengantongi tiket Olimpiade, Desak tak bisa berleha-leha. Dia harus bekerja keras menjalani program latihan yang sudah disiapkan untuk dijalaninya, termasuk selama puasa ramadan.
Dalam wawancara ekslusif dengan reporter Tempo, Randy Fauzi Febriansyah, seusai menjalani latihan di Training Base Hotel Santika Premier Harapan Indah, Bekasi, Jawa Barat, Jumat sore, 1 Maret 2024, atlet kelahiran Buleleng Bali, 24 Januari 2001 itu, menuturkan kisahnya berkenalan dengan dunia panjat tebing dan apa saja yang dijalaninya menuju ke Paris.
Atlet panjat tebing Indonesia Desak Made Rita Kusuma Dewi saat ditemui di Training Base Hotel Santika Premier Harapan Indah, Bekasi, Jawa Barat, Jumat, 1 Maret 2024. TEMPO/Randy
Bagaimana awal mula kenal olahraga panjat tebing?
Awalnya, saya main ke rumah bibi saya. Pas dia mau latihan panjat tebing di Taman Kota Singaraja, Bali, dia menawari untuk ikut. 'Bibi mau latihan, Rita mau ikut main enggak?'. Di taman kota itu ada tempat mainan, jadi diajak.
Waktu lagi main, pelatih di sana nawarin 'mau coba manjat enggak?'. Ya sudah saya coba-coba manjat, ternyata asik juga. Di sana juga banyak teman seumuran buat manjat, jadi ada mainnya sama persaingan gitu juga. Waktu itu umur delapan tahun.
Apakah sudah tahu panjat tebing sebelumnya?
Belum kebayang sebelumnya. Waktu bibi saya bilang mau latihan panjat tebing, enggak kebayang sama sekali panjat tebing itu seperti apa. Pas datang ke taman kota, terus ngelihat dindingnya dan orang-orang main, baru tahu.
Dari situ, apakah sudah langsung terbesit cita-cita menjadi atlet panjat tebing?
Ngalir aja sebenarnya. Belum terbayang bakalan jadi atlet, tapi karena seru ada teman-temannya jadi ikut latihan aja. Waktu jadwal latihan, ya saya ikut latihan gitu.
Respons orang tua bagaimana?
Awalnya sih orang tua saya agak gimana ya karena saya cewek, terus manjat-manjat. Ada larangan dikit, kayak, 'enggak usahlah, kami cewek, bahaya'. Tapi, saya orangnya keras kepala juga, enggak mau (menuruti orang tua) karena seru manjat.
Awal-awal kurang ada dukungan sama orang tua, karena mereka kerja gak bisa nganter latihan, jadi saya kalau latihan itu numpang sama bibi, sama temen yang lain, sama tetangga. Terus, pas ada kompetisi saya bilang ke orang tua 'ini saya ada kompetisi, dapat juara'. Baru setelah itu didukung sama orang tua.
Awalnya ikut kompetisi itu mewakil klub atau perorangan?
Waktu awal ikut kompetisi itu saya mewakili tingkat kecamatan. Waktu itu masih SD, saya lupa umur berapa.
Siapa influence di panjat tebing?
Senior saya, Aries Susanti. Saya mengidolakan dia karena waktu pertama kali melihat dia di kompetisi nasional, saya lihat orangnya keren, manjatnya kenceng banget. Terus saya berimajinasi 'kapan ya saya bisa kayak mba Aries?' keren banget pokoknya.
Berikutnya, soal masuk ke tim nasional dan bagaimana menjalani kesibukan berlatih dan kuliah.