Jurus kedua adalah strategi bertahan dengan bersandar pada tali ring. Lawan yang merasa berhasil menyudutkannya selalu membombardir dengan pukulan terbaik mereka. Namun Ali berkelit lincah sehingga stamina lawan habis.
Di luar ring, Ali menarik perhatian dunia dengan kata-kata. Sementara petinju lain diwakili manajer dalam jumpa pers, dia berkoar-koar memproklamasikan diri sebagai The Greatest. Dia mengolok-olok Liston buruk rupa seperti beruang. Sementara, "Saya terlalu tampan, sampai tidak kuat melihat diri sendiri," ujarnya.
Cerita indah itu berakhir pada 1967 setelah komisi tinju Amerika Serikat mencopot sabuknya. Penyebabnya, dia menolak wajib militer untuk Perang Vietnam. Dia mengatakan Islam melarang berperang melawan orang yang tidak memusuhinya. "Saya tidak punya masalah dengan Vietkong," ujarnya.
Ali baru bisa kembali bertinju pada 1970. Meski kehilangan kelincahan dan masa emasnya, dia bisa memukul jatuh Jerry Quarry dan Oscar Bonavena, dan berkesempatan menantang juara dunia Joe Frazier pada Maret 1971.
Di partai bertajuk "Fight of the Century" tersebut, Frazier menjatuhkannya. Namun, dengan hati singa, Ali bangkit dan menekan sang jawara, meski akhirnya harus menemui kekalahan pertama dalam kariernya. Seusai pertandingan, Frazier langsung dilarikan ke rumah sakit dan penonton meneriakkan nama Ali.
The People's Champ
Ali harus melalui 14 pertandingan--termasuk saat mengalahkan Rudi Lubbers di Istora Senayan, Jakarta, pada 1973--sebelum bisa kembali menantang juara dunia, yang saat itu sudah beralih ke tangan George Foreman.
Pada duel yang berlangsung di Kinshasa, Zaire, Oktober 1974, ini, Ali datang sebagai underdog terhadap lawan yang tujuh tahun lebih muda itu. Namun dia membalikkan semua prediksi. Foreman jatuh pada ronde kedelapan dan Ali kembali menyandang sabuk juara dunia.