TEMPO.CO, Jakarta - Irwansyah tak pernah lepas dari buku oktavo kecil selama memantau latihan para atlet bulu tangkis tunggal putra Pelatnas PBSI Cipayung pada Rabu, 5 Oktober 2022. Di buku kecil bermotif batik warna biru itu, ia selalu mencatat perkembangan para atlet di tim utama. "Buku ini saya bawa ke mana pun. Ini catatan mereka, sebelum tidur nih, bahkan saya selalu melihat catatan ini dulu," kata dia dalam sebuah wawancara kepada Tempo.
Catatan di buku kecil itu Irwansyah gunakan untuk modal mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan para atletnya sebelum turun di turnamen World Tour Super Series. Ia juga melakukan analisis video pemain bulu tangkis dunia yang bakal menjadi calon lawan anak asuhnya seperti Anthony Sinisuka Ginting, Jonatan Christie, Shesar Hiren Rhustavito, dan Chico Aura Dwi Wardoyo.
Sepanjang 2022, Indonesia berhasil menyabet tiga gelar super series. Jonatan berhasil menjadi juara di World Tour Super 300 Swiss Open, Chico Aura Dwi Wardoyo menyabet gelar Super 500 Malaysia Masters, dan Anthony Sinisuka Ginting mengakhiri penantian gelar di Singapore Open 2022, turnamen World Tour Super 500. "Menurut saya hasilnya sudah bagus karena sejak bulan Januari saya menangani ini sendiri," ujar Irwansyah.
Penampilan tunggal putra sempat menuai kritik pada ajang beregu Piala Thomas 2022. Indonesia gagal mempertahankan gelar setelah kalah 0-3 dari India di partai final. Kepada Tempo, mantan asisten pelatih tunggal putra Hendri Saputra itu berbicara soal evaluasi sektor tunggal putra sepanjang 2022, pekerjaan rumah tersisa, hingga persaingan level elite tunggal putra yang kini masih didominasi atlet asal Denmark, Viktor Axelsen. Berikut petikan wawancaranya.
Musim 2022 menyisakan tiga turnamen di Eropa. Bagaimana evaluasi sektor tunggal putra pada World Tour sejauh ini?
Menurut saya, alhamdulilah, prestasinya memuaskan. Dari Januari 2022, tidak ada yang gampang. Ada Ginting yang lagi down. Dia tampil seperti itu saja sudah suatu prestasi yang bagus. Tidak gampang kalau lagi pemain sedang menurun, lalu mulai naik lagi, tetapi dia bisa menjadi juara di Singapore Open. Jonatan juga bisa tiga kali menembus final dan sekali juara di Swiss Open.
Selain itu, Chico juga berhasil menjadi juara di Malaysia Masters. Bagus juga hasil tunggal putra sejauh ini karena enggak kosong juga. Menurut saya, ini hasilnya sudah bagus karena juga sejak Januari, saya di sini sendirian melatih di tim utama.
Tidak ada asisten pelatih untuk sektor tunggal putra?
Ini masih belum ada. Saya sendiri dan belum ada lagi pembicaraan bersama PBSI.
Bagaimana Anda mengatur latihannya?
Sekarang ada sembilan pemain utama, tentu enggak gampang, tapi kita kan enggak mau kelihatan lemah. Kalau memang niat kerja, kita harus bisa. Jadi 100 persen saja saya coba dan, alhamdulilah, dari Januari, ada beberapa gelar yang bisa didapat. Belum lagi orang mengkritik, jadi kalau menurut saya, oke sajalah, yang penting kita niatnya enggak macem-macem. Saya bangga dengan pemain-pemain saya, ternyata mereka menghargai saya dan kerja keras saya, saya juga menghargai kerja keras mereka. Ini sudah menjadi satu tim yang kokoh.
Berapa idealnya jumlah pelatih untuk tim utama?
Saya akan ke Denmark Open bersama empat orang: Ginting, Jonatan, Vito, dan Chico. Nanti sisanya, saya titipkan ke pelatih tim pratama. Makanya, idealnya, tim pelatih harus berdua untuk satu sektor. Ketika saya pergi, ada satu rekan yang menemani tim di Jakarta.
Belum lagi ada perbedaan gaya antarpelatih. Kalau sudah di lapangan, pembahasannya bukan siapa atlet yang paling bagus, tetapi siapa yang paling membuat para atlet ini nyaman. Karena di lapangan itu situasinya tegang banget. Saya saja enggak mau para pemain melihat saya menghembuskan napas terlalu dalam karena itu bisa menularkan ketegangan.
Lalu...
Pasti ini jadi kendala. Setiap saya berangkat, saya harus titip pemain lapis ke pelatih tim pratama. Masalahnya kan kami ada program sendiri, mereka juga punya program sendiri, jadi beda. Makanya kita harus secepatnya punya pelatih tambahan.